Bisnis Menurun & Harus Merumahkan Karyawan, Bagaimana Ketentuannya?
Perekonomian di dunia kini sedang menurun karena imbas dari virus corona (covid-19). Kasus pertama penyebaran virus ini diumumkan oleh Presiden Indonesia, Joko Widodo pada 2 Maret 2020 dan menimpa 2 warga depok. Dua minggu setelah diumumkannya kasus covid-19 di Indonesia, Presiden Joko Widodo menghimbau perusahaan-perusahaan di Indonesia, khususnya Jakarta untuk memberlakukan work from home atau kerja dari rumah.
Sejak adanya pemberlakuan ini, bukan pengusaha yang merugi, khususnya perusahaan di bidang manufaktur. Hal ini tentu secara tidak langsung berimbas pada karyawannya, terlihat dari beberapa perusahaan terpaksa memberlakukan kerja secara bergilir untuk karyawannya. Hal ini juga membuat perusahaan tidak membayarkan upah atau gaji karyawan secara full dan hanya dibayar sebagian. Apakah ini diperbolehkan? Bagaimana ketentuan dan hukumnya? Agar lebih jelas, di bawah ini LIBERA akan membahas lebih detail mengenai status karyawan yang dirumahkan karena kondisi perusahaan yang tidak terlalu baik.
Upah adalah Hak dari Setiap Karyawan yang Bekerja
Sebagai seorang pengusaha Anda pasti sudah mengetahui bukan bahwa upah adalah hak bagi setiap karyawan yang dipekerjakan. Hal ini telah dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 30 UU Ketenagakerjaan, upah adalah Hak Pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan dibayarkan menurut perjanjian kerja, kesepakatan, atau perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Anda sebagai pemilik bisnis atau pengusaha memiliki kewajiban untuk membayarkan hak karyawan atas upah penuh sesuai kesepakatan bersama. Jika hal ini diabaikan, maka Anda bisa dikenakan gugatan ke pengadilan hubungan industrial dengan dasar perselisihan hak yang telah diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang berbunyi:
“Perselisihan Hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.”
Ketentuan Pembayaran Upah Karyawan yang Dirumahkan
Dari kasus penyebaran virus covid-19 yang terjadi di Indonesia, kini banyak perusahaan yang akhirnya memutuskan untuk menggilir karyawannya atau merumahkan karyawan untuk sementara hingga waktu yang tidak ditentukan. Berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja kepada pimpinan perusahaan di Indonesia No. SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal (“SE 907/2004”) telah disebutkan bahwa Pemutusan Hubungan Kerja adalah upaya terakhir, setelah dilakukan upaya meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu.
Baca Juga: 5 Langkah yang Harus Diperhatikan Dalam Membuat Kontrak Kerja Karyawan
Sehingga dapat disimpulkan bahwa merumahkan karyawan sama dengan meliburkan atau membebaskan karyawan untuk tidak melakukan pekerjaan hingga waktu yang ditentukan perusahaan. Hal ini dilakukan perusahaan sebagai langkah awal untuk mengurangi pengeluaran perusahaan atau karena tidak adanya kegiatan yang dilakukan perusahaan sehingga tidak memerlukan tenaga kerja untuk sementara waktu.
Lalu bagaimana perhitungan upah karyawan? Hal ini telah dijelaskan di dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-05/M/BW/1998 Tahun 1998 tentang Upah Pekerja yang Dirumahkan Bukan Kearah Pemutusan Hubungan Kerja yang menyebutkan bahwa untuk menyelamatkan perusahaan, maka perusahaan diperbolehkan untuk menempuh tindakan merumahkan karyawan untuk sementara waktu dikarenakan kondisi ekonomi yang memburuk. Dalam surat tersebut juga menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai upah karyawan selama dirumahkan, sehingga perusahaan bisa melakukan beberapa hal mengenai pengupahan karyawan seperti:
- Perusahaan tetap membayar upah penuh, berupa upah pokok dan tunjangan tetap selama pekerja dirumahkan, kecuali telah diatur lain dalam Perjanjian Kerja peraturan perusahaan atau Kesepakatan Kerja Bersama.
- Perusahaan diperbolehkan membayar upah secara tidak penuh dengan syarat telah merundingkan dengan pihak serikat pekerja dan/atau para karyawan mengenai besarnya upah selama dirumahkan dan lamanya dirumahkan.
- Apabila perundingan melalui serikat pekerja tidak tercapai kesepakatan, perusahaan disarankan untuk mengeluarkan surat anjuran dan apabila anjuran tersebut ditolak oleh salah satu atau kedua belah pihak, maka masalahnya bisa dilimpahkan ke P4 Daerah, atau ke P4 Pusat untuk PHK Massal
Perusahaan diperbolehkan untuk membayarkan upah karyawan yang dirumahkan hanya 50% (lima puluh persen), namun ini harus dirundingkan dan telah disetujui oleh semua pihak.
Selain itu, dalam Pasal 164 ayat (1) UU Ketenagakerjaan dikatakan bahwa perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan, karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeure), dengan ketentuan karyawan berhak atas uang pesangon sebesar 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Perlindungan Pengupahan Karyawan Terkait Virus Covid-19
Berdasarkan informasi dari Kontan.co.id, Kementerian Ketenagakerjaan mewajibkan perusahaan untuk membayar penuh upah karyawan yang berstatus daftar Orang dalam Pemantauan (ODP) karena wabah virus corona. Peraturan ini dituliskan dalam Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19. Di mana, dalam surat tersebut dijelaskan beberapa hal seperti:
- Seluruh gubernur wajib memastikan pembayaran penuh gaji kepada karyawan di tengah penyebaran virus corona yang meluas.
- Gubernur wajib mengupayakan pencegahan, penyebaran, dan penanganan wabah COVID-19 di lingkungan kerja.
- Karyawan yang dikategorikan ODP terkait virus corona berdasarkan keterangan dokter, sehingga tidak masuk kerja paling lama 14 hari atau sesuai standar Kementerian Kesehatan, upahnya dibayarkan secara penuh.
- Perusahaan juga harus membayar gaji 100% kepada karyawan yang dinyatakan suspect virus corona. Di mana, karyawan yang positif terjangkit corona harus diisolasi untuk beberapa waktu. Namun, hal ini harus dibuktikan dengan surat dokter atau rumah sakit.
- Perusahaan yang membatasi kegiatan usaha akibat kebijakan di daerah masing-masing demi mencegah penularan virus COVID-19, pembayaran gaji dilakukan sesuai kesepakatan antara pengusaha dengan karyawan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perusahaan wajib membayar upah atau gaji karyawan secara penuh. Perusahaan hanya diperbolehkan membayar gaji karyawan tidak penuh ketika perusahaan telah mendapatkan persetujuan oleh serikat pekerja dan juga seluruh karyawan. Sedangkan, jika perusahaan tersebut tidak lagi sanggup membayar upah penuh, maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja sebagaimana aturan yang berlaku dengan memberikan hak-hak karyawannya. Bagi Anda yang masih ragu dan ingin berdiskusi dengan profesional, Anda bisa menghubungi tim LIBERA sekarang juga! Selain membantu memberikan jawaban terkait masalah tersebut, LIBERA juga bisa membantu Anda melakukan pengecekan terkait surat perjanjian kerja Anda dan perusahaan.