Aturan Baru! Cuti Karyawan Melahirkan Bisa Sampai 6 Bulan
Ada kabar baik bagi karyawan wanita yang sedang hamil dan akan segera melahirkan. Di tahun 2024 ini, pemerintah telah mengesahkan aturan baru yang mengatur mengenai cuti karyawan melahirkan. Aturan baru ini memberikan hak-hak kepada ibu yang sedang hamil, akan melahirkan, sedang dalam masa persalinan, hingga setelah melahirkan untuk memiliki waktu yang cukup bersama anak mereka. Bukan hanya berlaku bagi ibu, aturan ini juga memberikan kesempatan kepada suami untuk menemani istrinya yang sedang dalam masa persalinan dengan hak cuti.
Mengetahui UU KIA yang Mengatur Cuti Karyawan Melahirkan
Cuti karyawan melahirkan diatur langsung oleh pemerintah Indonesia untuk memberikan kesejahteraan Ibu dan Anak. Dilansir dari Detik.com, aturan ini akan menjamin terpenuhinya hak dan kebutuhan dasar ibu dan anak dalam keluarga yang bersifat fisik, psikis, sosial, ekonomi, dan spiritual sehingga dapat mengembangkan diri secara optimal melalui adaptasi, hubungan, pertumbuhan, afeksi, dan pemecahan sesuai fungsi sosial dalam perkembangan kehidupan masyarakat.
Aturan ini tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (KIA) yang telah disetujui Presiden Jokowi. Dalam Pasal 4 Ayat (3) UU tersebut diatur bahwa ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan paling singkat 3 bulan pertama dan paling lama 3 bulan berikutnya. Dalam aturan tersebut juga dinuatakan bahwa cuti melahirkan wajib diberikan oleh pemberi kerja.
Baca Juga: Ketentuan Cuti Bersama & Hukum Mempekerjakan Karyawan di Libur Lebaran
Adapun kondisi khusus yang dimaksud pada Ayat (3) huruf a angka 2 meliputi beberapa hal, yaitu:
- ibu yang mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi pascapersalinan atau keguguran, atau
- anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi.
Menurut Pasal 5 Ayat (1) dan (2) juga menyebutkan bahwa para ibu yang menjalankan haknya tersebut tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya dan berhak mendapatkan upah secara penuh untuk 3 bulan pertama dan secara penuh untuk bulan keempat. Kemudian, upah 75 persen dari upah untuk bulan kelima dan bulan keenam.
Bukan hanya mengatur mengenai kondisi melahirkan saja, karyawan wanita yang mengalami keguguran juga berhak mendapatkan cuti istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan yang menangani.
Aturan UU KIA Mengatur Cuti bagi Ayah atau Suami
Bukan hanya berlaku bagi ibu yang melahirkan, UU KIA juga mengatur mengenai cuti suami untuk mendampingi istri yang melahirkan. Dalam Pasal 6 Ayat (2) UU KIA menjelaskan bahwa seorang suami berhak mendapat cuti selama 2 hari dan 3 hari berikutnya sesuai kesepakatan. Sementara apabila istri mengalami keguguran, seorang suami berhak mendapatkan cuti pendampingan selama 2 hari.
Selain itu, suami juga diberikan waktu yang cukup untuk mendampingi istri dan/atau anak dengan alasan sebagai berikut:
- istri yang mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi pascapersalinan atau keguguran;
- Anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, komplikasi;
- istri yang melahirkan meninggal dunia;
- Anak yang dilahirkan meninggal dunia.
Dalam Pasal 6 ayat (4) juga mengatur mengenai beberapa kewajiban yang perlu dilaksanakan suami selama mendapatkan hak cuti pendampingan yaitu:
- menjaga kesehatan istri dan anak;
- memberikan gizi yang cukup dan seimbang bagi istri dan anak;
- mendukung istri dalam memberikan air susu ibu eksklusif sejak anak dilahirkan sampai dengan Anak berusia 6 (enam) bulan;
- mendampingi istri dan anak dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dan gizi sesuai dengan standar.
Aturan mengenai cuti untuk ayah atau suami ini secara tidak langsung juga bisa menurunkan tingkat fatherless di Indonesia. Apalagi Indonesia sendiri masuk di urutan ke-3 negara yang kekurangan peran ayah. Di mana, ayah hanya berperan sebagai pemberi nafkah, namun tidak hadir dalam pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.
Baca Juga: Peraturan Karyawan Kontrak Berdasarkan UU Cipta Kerja, Tidak Boleh Kontrak Lebih dari 5 Tahun
Dengan adanya aturan ini, diharapkan para ayah bisa mengambil perannya dalam menjaga ibu selama proses pemulihan dan ikut serta membantu ibu menjaga anak di waktu cuti yang diberikan. Pasalnya, tanpa peran suami di masa berat ibu setelah melahirkan juga bisa meningkatkan risiko baby blues yang membuat kesehatan ibu dan anak pun terganggu.
Gaji Dipotong Karena Cuti Melahirkan, Apa Boleh?
Upah atau gaji merupakan hak seorang karyawan yang wajib diberikan perusahaan dalam bentuk uang dan diserahkan sesuai perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan. Namun, hak karyawan atas gaji bisa saja gugur, di mana menurut Pasal 93 UU Ketenagakerjaan, karyawan boleh tidak dibayar jika mereka tidak bekerja.
Ada beberapa pengecualian di mana ada beberapa kondisi karyawan tetap berhak atas gaji meskipun tidak bekerja, salah satunya ketika melahirkan atau mengalami keguguran. Aturan ini juga berlaku bagi suami yang istirnya melahirkan atau mengalami keguguran, namun dengan waktu cuti yang berbeda dengan istri/ibu.
Kesimpulannya, perusahaan tidak boleh memotong gaji dengan alasan cuti melahirkan. Jika perusahaan tidak memenuhi hak gaji tersebut, maka menurut Pasal 5 Ayat (1) dan (2) UU KIA mengatakan bahwa Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah akan memberikan bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Itulah beberapa hal mengenai aturan baru yang mengatur cuti karyawan melahirkan yang perlu dipahami Anda sebagai perusahaan maupun karyawan. Bagi Anda yang masih belum memahami mengenai aturan cuti melahirkan terbaru, Anda dapat melakukan konsultasi GRATIS di Libera.id. Bukan hanya itu, Libera sebagai startup hukum juga dapat membantu Anda membuat kontrak atau perjanjian lebih mudah dan cepat. Jadi tunggu apalagi? Daftar sekarang di Libera.id.
Categories
Recent Posts
- Mengenal Founders & Klausul Penting yang Wajib Ada Didalamnya!
- Tantangan & Peluang Mengurus Izin Bisnis di Era Digital
- Pentingnya Izin PIRT untuk Meningkatkan Nilai & Kredibilitas Usaha
- Mengenal NIB dalam Sistem OSS RBA, Perlu Diupdate?
- Perbedaan PKWT dan PKWTT, Mana yang Paling Dibutuhkan Bisnis Anda?