BisnisKontrak

Jangan Salah! MoU dan Perjanjian Memiliki Kekuatan Hukum yang Berbeda

Ketika ingin melakukan kerja sama dengan rekan bisnis, Anda mungkin akan diberikan suatu dokumen yaitu Memorandum of Understanding atau Nota Kesepahaman yang lebih dikenal dengan MoU. Pada umumnya, kedua belah pihak akan membuat dokumen berupa MoU serta perjanjian yang akan mengatur tentang mekanisme kerja sama sebelum kerja sama tersebut dilakukan. Namun, apakah MoU dan perjanjian memiliki fungsi dan kekuatan hukum yang sama? Apa perbedaan di antara keduanya? Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini!

 

MoU atau Nota Kesepahaman

Pada dasarnya, hukum yang berlaku di Indonesia tidak mengenal istilah MoU, melainkan hanyalah mengenal perjanjian yang telah diatur dalam hukum yang berlaku. Namun, pada praktiknya MoU seringkali digunakan sebagai pendahuluan sebelum perjanjian di antara kedua belah pihak dibuat. Istilah dan penggunaan MoU di Indonesia diadaptasi dari sistem hukum common law yang berfungsi sebagai dasar dari perjanjian yang akan dibuat di kemudian hari.

Menurut Munir Fuady, seorang ahli hukum dagang mengatakan bahwa MoU merupakan dokumen pendahuluan yang nantinya akan dijabarkan secara lebih rinci dalam perjanjian pokok sehingga MoU hanya berisi poin-poin kerja sama atau transaksi yang akan dilakukan  yang mana hal tersebut akan diatur lebih lanjut dalam sebuah perjanjian. MoU memiliki jangka waktu yang terbatas sehingga hanya bersifat sementara. Biasanya di MoU terdapat klausul mengenai masa berlaku MoU dan kesepakatan para pihak untuk membuat perjanjian dalam jangka waktu yang ditentukan.

Selain itu, tidak terdapat kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak karena MoU hanya berfungsi sebagai landasan bagi para pihak untuk membuat perjanjian pokok. Pada praktiknya, MoU seringkali digunakan untuk kerja sama yang bernilai cukup besar dan kompleks, sehingga para pihak merasa perlu membuat MoU sebagai ‘“tanda jadi” dan menghindari adanya pembatalan dari salah satu pihak.

 

Perjanjian

Berbeda dengan MoU, kedudukan perjanjian dalam hukum yang berlaku di Indonesia diakui secara jelas dan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). Perjanjian diartikan sebagai peristiwa di mana salah satu pihak yang merupakan subjek hukum berjanji kepada pihak lainnya atau kedua belah pihak saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.

Dalam membuat perjanjian, terdapat beberapa persyaratan berdasarkan KUHPer yang wajib dipenuhi agar perjanjian tersebut dianggap berlaku secara sah dan mengikat para pihak. Syarat-syarat tersebut diatur dalam Pasal 1320 KUHPer sebagai berikut:

a. Adanya kesepakatan antara para pihak

Bentuk dari kesepakatan yang dimaksud tidak harus selalu dituangkan dalam bentuk tertulis. Selama kesepakatan tersebut dicapai oleh para pihak tanpa ada paksaan dari pihak manapun, maka para pihak dianggap telah memenuhi syarat sah perjanjian yang pertama.

b. Kecakapan para pihak

Cakap yang dimaksud adalah pihak yang akan membuat perjanjian tersebut merupakan pihak yang mampu bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan/atau merupakan pihak yang berwenang untuk bertindak atas nama pihak yang diwakilinya. Menurut KUHPer, seseorang dapat dikategorikan cakap apabila telah berusia 21 tahun atau telah menikah. Sedangkan apabila pihak yang akan membuat perjanjian adalah badan hukum seperti PT atau Yayasan, maka pihak yang dikategorikan cakap untuk mewakili badan hukum tersebut adalah orang yang memiliki wewenang berdasarkan peraturan perundang-undangan. Misalnya jika badan hukum berbentuk PT, maka Direktur merupakan pihak yang berwenang untuk mewakili PT sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar PT.

c. Hal tertentu sebagai objek perjanjian

Hal tertentu yang dimaksud adalah hal yang menjadi objek dalam perjanjian termasuk uraian mengenai hak dan kewajiban para pihak. Misalnya dalam perjanjian sewa menyewa mobil, yang menjadi objek dalam perjanjian tersebut adalah mobil dan dapat diatur mengenai hal-hal apa saja yang wajib dilakukan maupun hal yang dilarang untuk dilakukan oleh para pihak.

d. Suatu sebab yang halal

Makna dari suatu sebab yang halal adalah isi dari perjanjian tersebut tidak melanggar peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum. Meskipun para pihak diberikan kebebasan untuk menentukan isi dari perjanjian yang akan dibuat, perjanjian tersebut tetap harus mematuhi hukum yang berlaku.

Jika seluruh persyaratan di atas telah terpenuhi, maka perjanjian dapat dianggap sah dan mengikat para pihak. Sehingga perjanjian tersebut akan berlaku sebagai “undang-undang” yang harus dipatuhi para pihak.

 

MoU & Perjanjian adalah Hal yang Berbeda

MoU dan perjanjian memang memiliki kemiripan dan sama-sama berfungsi sebagai dokumen yang berisi penjelasan mengenai hal-hal yang telah disepakati para pihak. Namun yang membedakannya adalah, MoU hanya berperan sebagai persetujuan awal atau “tanda jadi” antara para pihak untuk melakukan suatu kerja sama dan hanya berisi hal-hal pokok yang disepakati para pihak. Sedangkan perjanjian merupakan dokumen yang memuat ketentuan mengenai bagaimana suatu kerja sama tersebut dijalankan termasuk hak dan kewajiban para pihak.

Selain itu, MoU juga memiliki jangka waktu yang relatif singkat, di mana jika jangka waktu MoU telah berakhir, maka akan dilanjutkan untuk membuat perjanjian atau berakhir jika kesepakatan tidak lagi dilanjutkan. Jika para pihak memutuskan untuk tidak melanjutkan kesepakatan, maka tidak ada ganti rugi yang harus dibayarkan oleh satu pihak kepada pihak lainnya. Berbeda dengan perjanjian yang jangka waktunya relatif lebih panjang dan umumnya perjanjian akan berakhir jika kewajiban masing-masing pihak telah terpenuhi maupun karena sebab lain. Selain itu, jika salah satu pihak tiba-tiba tidak melanjutkan atau tidak melakukan hal yang dijanjikan, maka pihak tersebut dapat dianggap wanprestasi dan pihak lainnya berhak untuk meminta ganti rugi kepada pihak yang melakukan wanprestasi.

Jika MoU dan perjanjian merupakan dua dokumen yang memiliki fungsi berbeda, bagaimana dengan kekuatan hukum di antara keduanya? Apakah keduanya memiliki kekuatan mengikat yang sama? Pada dasarnya, MoU dibuat hanya sebagai persetujuan pendahuluan antara para pihak sebelum kerja sama dilakukan. Sehingga, MoU tidak mengikat selayaknya perjanjian.

 

Kekuatan Hukum MoU dan Perjanjian

Setelah melihat penjelasan di atas memang terdapat perbedaan jelas antara MoU dengan perjanjian, namun terdapat kesalahpahaman di masyarakat yang membedakan MoU dan Perjanjian hanya dari judulnya saja. Dalam prakteknya masih terjadi banyak kesalahan dalam penggunaan MoU. Perbedaan bentuk tersebut, akan menentukan kekuatan hukum yang berbeda. Sering terjadi di mana suatu MoU ternyata mencantumkan hak dan kewajiban serta akibat hukum ketika kewajiban tersebut tidak dipenuhi.. Jika hal tersebut terjadi, maka MoU tersebut bukanlah suatu perjanjian pendahuluan sebagaimana tujuan dari MoU itu sendiri, melainkan suatu perjanjian pokok yang mengikat para pihak.

MoU dan Perjanjian adalah dua dokumen yang berbeda, oleh karena itu, sangat penting bagi Anda sebagai pebisnis untuk mengetahui perbedaan tujuan penggunaan diantara keduanya. Ketika akan menandatangani suatu MoU, pastikan bahwa tidak ada hak dan kewajiban serta konsekuensi ketika kewajiban tidak terpenuhi. Selain itu, pastikan bahwa MoU ini memiliki jangka waktu yang bersifat sementara sehingga nantinya akan dilanjutkan dengan penandatanganan perjanjian pokok..

 

Jadi, pastikan Anda memahami dengan jelas perbedaan keduanya. Pastikan juga Anda mengganti MoU dengan surat perjanjian atau kontrak untuk membuat kerjasama menjadi sah dan memiliki kekuatan hukum. Bagi Anda yang masih bingung membuat surat perjanjian yang sah di mata hukum, Libera dapat membantu Anda membuat dua dokumen ini dengan perbedaan yang jelas dan sesuai dengan tujuannya. Libera juga dapat memberikan konsultasi hukum secara gratis! Jadi tunggu apalagi? Konsultasikan masalah hukum yang Anda alami sekarang juga dan buat kontrak Anda di Libera.id.

Related Posts

Contoh & Cara Pembuatan Kontrak yang Benar Menurut Hukum yang Berlaku

Sebagai pemilik bisnis, kontrak sudah menjadi makanan sehari-hari. Di mana, hampir seluruh kegiatan bisnis dilakukan melalui pembuatan kontrak. Namun, masih banyak juga pemilik bisnis yang masih menganggap kontrak sebagai formalitas dan hanya dianggap sebagai bukti kesepakatan antara kedua belah pihak apabila terjadi sengketa dan masalah di kemudian hari, tanpa memahami dengan benar isi dalam kontrak. Padahal, suatu kontrak dalam bisnis memiliki fungsi sebagai aturan yang mengatur para pihak dalam kontrak, agar bisnis yang dilaksanakan dapat berjalan dengan lancar.

Read more

Bolehkan Perusahaan Meminta Ganti Rugi Atas Kesalahan Karyawan? Ini Hukumnya!

Terkadang terjadi kelalaian yang dilakukan karyawan hingga merugikan perusahaan. Misalnya saja ketika karyawan mendapatkan fasilitas kantor seperti laptop, kendaraan bermobil atau bermotor, handphone, dan sebagainya, kemudian karyawan tersebut lalai dalam penggunaannya dan menyebabkan fasilitas yang diberikan tersebut rusak bahkan hilang. Jika hal ini terjadi, ada beberapa perusahaan yang meminta ganti rugi atas kesalahan karyawan tersebut. Tapi, apakah hal ini diperbolehkan? Bagaimana hukumnya? Agar tidak salah mengartikan ganti rugi yang dimaksud di sini, LIBERA akan membahasnya lebih jauh lagi agar Anda lebih memahami masalah yang sering terjadi ini.
Read more