Jenis Pajak Perusahaan yang Wajib Dibayarkan & Dilaporkan Setiap Bulannya!
Pajak merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi wajib pajak, salah satunya wajib pajak badan. Dengan membayar pajak, Anda bukan hanya memenuhi kewajiban sebagai wajib pajak, namun juga bisa membantu bisnis terus berkembang dan semakin kredibel di mata pelanggan.
Umumnya, perusahaan hanya sibuk mengurus pajak ketika masa pelaporan SPT Tahunan, yaitu di bulan Maret-April setiap tahunnya. Padahal, ada kewajiban pajak yang perlu dipenuhi setiap bulan dan tahun
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum & Tata Cara Perpajakan yang telah diubah dalam UU No.16 Tahun 2009, di mana setiap wajib pajak, baik perorangan, perusahaan perorangan, badan usaha maupun badan hukum yang telah memiliki NPWP, wajib baginya membayar pajak dan melaporkannya ke dalam Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditetapkan Ditjen Pajak.
Dalam pelaksanaan kewajibannya, wajib pajak telah dipercayakan oleh pemerintah untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak secara mandiri atau yang biasa dikenal dengan istilah “Self-Assesment System”. Meski begitu, wajib pajak tidak boleh menyalahgunakan kepercayaan tersebut. Karena menurut Pasal 13A UU No.6/1983 menyatakan bahwa:
Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan isi yang tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak akan dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan. Meski begitu, Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan dan diterbitkan melalui Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
Jenis Pajak yang Dikenakan Wajib Pajak Perusahaan
Bukan hanya kewajiban pajak tahunan, perusahaan juga berkewajiban memenuhi beberapa jenis pajak bulanan. Di bawah ini adalah kewajiban pajak bulanan (SPT Masa) yang mengharuskan perusahaan untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak bulanan, yaitu:
1. Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21)
PPh 21 merupakan salah satu pajak penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
Di mana, besaran PPh 21 yang harus dibayarkan adalah dengan mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif Pasal 17 UU PPh.
Jumlah Penghasilan per Tahun | Tarif Pajak |
0 – Rp. 50 juta | 5 persen |
Rp. 50 juta s/d Rp. 250 juta | 15 persen |
Rp. 250 juta s/d Rp. 500 juta | 25 persen |
> Rp. 500 juta | 30 persen |
2. Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23)
Pajak ini dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak atas transaksi-transaksi berikut ini:
- Pembayaran dividen/ keuntungan kepada pemegang saham yang berbentuk perusahaan dengan jumlah kepemilikan saham paling besar 25%;
- Pembayaran royalty;
- Pembayaran hadiah, penghargaan, dan bonus selain yang dipotong PPh Pasal 21;
- Pembayaran bunga pinjaman selain kepada bank;
- Pembayaran sewa atas penggunaan harta;
- Pembayaran imbalan sehubungan dengan Jasa Teknik, Manajemen, Konstruksi, Konsultan, dan jasa lain yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015.
Sebagai patokan, di bawah in adalah tarif PPh Pasal 23 yang akan dikenakan:
No | Jenis Penghasilan | Tarif Memiliki NPWP | Tarif Tidak Memiliki NPWP |
1 | Dividen | 15% | 30% |
2 | Royalti | ||
3 | Bunga Pinjaman | ||
4 | Hadiah, Penghargaan dan Bonus | ||
5 | Sewa atas penggunaan Harta | 2% | 4% |
6 | Jasa |
3. Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh 26)
PPh pasal 26 merupakan salah satu jenis pajak penghasilan yang dikenakan atas transaksi dengan wajib pajak luar negeri. Misalnya, perusahaan Anda melakukan transaksi pembayaran baik berupa gaji, jasa, dividen, bunga, royalty, sewa, dan lain-lain kepada wajib pajak luar negeri.
Pada dasarnya objek dari PPh 26 sama dengan objek penghasilan yang dikenakan PPh 21 dan PPh 23. Bedanya adalah penerima penghasilannya merupakan orang asing atau badan asing dan tarif pemotongan PPh 26 adalah sebesar 20% persen dari penghasilan bruto yang diterima oleh orang asing atau badan asing.
Meski begitu, tarif ini dapat berubah menjadi lebih rendah atau tidak dikenakan pajak sama sekali ketika negara penerima penghasilan tersebut memiliki Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau Tax Treaty dengan Indonesia. Untuk memanfaatkan tarif sesuai P3B, penerima penghasilan wajib menunjukkan Surat Keterangan Domisili dari negara asalnya.
4. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) (PPh 4 (2))
Pajak ini merupakan jenis pajak penghasilan yang dikenakan atas transaksi persewaan atas tanah dan/atau bangunan, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, penghasilan atas usaha dari jasa konstruksi, dan penghasilan dari dividen yang dibayarkan kepada orang pribadi.
Pemotongan pajak ini bersifat final. Artinya penghasilan yang telah dipotong tersebut tidak diperhitungkan ke dalam perhitungan SPT Tahunan PPh Badan. Berbeda dengan PPh 23 yang perhitungannya akan menjadi bagian dalam penghitungan SPT Tahunan PPh Badan dan bukti pemotongan PPh 23 tersebut akan menjadi pengurang atau kredit pajak dari PPh Badan yang harus dibayarkan. Di bawah ini adalah tarif PPh Pasal 4 Ayat 2:
No. | Jenis Penghasilan | Tarif |
1 | Persewaan atas tanah dan/atau bangunan | 10% |
2 | Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan | 2,5% |
3 | Penghasilan atas usaha Jasa Konstruksi: | |
a. Jasa Pelaksana Konstruksi: | ||
|
2% | |
|
4% | |
|
3% | |
b. Jasa Perencanaan & Pengawasan Konstruksi | ||
|
4% | |
|
6% | |
4 | Dividen yang dibayarkan kepada Orang Pribadi | 10% |
5. PPh Final Berdasarkan PP No.23 Tahun 2018
Pada tahun 2018, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 (“PP No.23/2018) tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima wajib pajak dengan bruto tertentu. Dengan adanya peraturan ini maka wajib pajak akan mendapatkan fasilitas berupa keringanan pajak penghasilan dengan peredaran usaha di bawah Rp4,8 miliar, yaitu tarif PPh sebesar 0,5% dari peredaran bruto setiap bulan yang dibayarkan setiap bulan.
Perusahaan dapat memanfaatkan fasilitas ini selama 4 tahun bagi perusahaan persekutuan komanditer atau firma, atau 3 tahun bagi perusahaan berbentuk perseroan terbatas. Namun, tidak semua perusahaan dapat memanfaatkan keringanan ini.
Berdasarkan PP No. 23/ 2018, perusahaan yang tidak dapat memanfaatkan fasilitas ini adalah perusahaan berbentuk CV atau firma yang menyerahkan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas. Ketentuan dalam PP No.23/2018 ini merupakan fasilitas yang diberikan pemerintah, sehingga perusahaan yang memiliki peredaran bruto di bawah Rp4,8 miliar tetap berhak untuk memilih apakah akan menggunakan fasilitas tarif 0,5% atau menggunakan tarif PPh Badan sesuai Pasal 17 UU PPh.
6. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Bagi Pengusaha Kena Pajak juga wajib melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Di mana, jenis pajak ini dikenakan atas konsumsi dalam negeri oleh pribadi, badan atau pemerintah.
Setiap penyerahan barang atau jasa kena pajak yang dilakukan di dalam wilayah Republik Indonesia seperti transaksi jual beli, impor dan ekspor, wajib dipungut PPN. Di mana, tarif PPN untuk penyerahan barang atau jasa kena pajak di dalam negeri seperti transaksi jual-beli dan impor adalah sebesar 10%, sedangkan untuk ekspor adalah sebesar 0%.
Pengenaan PPN di sini dilakukan dengan cara mengalikan tarif dengan harga jual untuk barang atau penggantian untuk jasa. Setiap perusahaan yang melakukan penyerahan barang atau jasa kena pajak wajib menerbitkan faktur pajak yang menjadi bukti pungutan PPN dengan aplikasi e-Faktur.
Tenggat Waktu Pembauaran Pajak Perusahaan
Setelah Anda memahami beberapa jenis yang perlu dibayarkan perusahaan setiap bulannya, maka Anda juga perlu mengetahui kapan tenggat waktu pembayaran pajak bulanan bagi perusahaan. Berikut batas waktu pembayaran pajak berdasarkan jenisnya:
- Paling lambat tanggal 10 di bulan berikutnya: PPh 21, PPh 23, PPh Pasal 26, dan PPh Pasal 4 ayat 2;
- Paling lambat tanggal 15 di bulan berikutnya: PPh Final PP 23 Tahun 2018 dan PPh 25;
- Paling Lambat akhir bulan berikutnya: PPN
Lalu, bagaimana jika Anda lupa atau telat membayar? Tentunya akan ada denda yang harus dibayarkan seperti:
- Rp100.000 untuk SPT PPh Masa Pajak
- Rp500.000 untuk SPT Masa PPN Masa Pajak
Perlu diketahui juga bahwa pelaporan SPT Masa PPh 21, PPh 23, PPh Pasal 26, dan PPh Pasal 4 ayat 2 hanya diperlukan ketika terjadi transaksi pemotongan PPh pada bulan tersebut. Khusus PPh 21 Masa Desember, wajib dilaporkan walaupun dalam kondisi nihil.
Untuk PPh Final 23 Tahun 2018 dan Pph 25, bukti penyetoran pajak terutang yang berupa validasi dari bank adalah bukti pelaporan pajak. Sehingga, Anda tidak perlu lagi melaporkan pajak untuk jenis pajak tersebut.
Bagi Anda yang masih kurang paham mengenai perpajakan ini, Anda bisa coba melakukan konsultasi secara gratis melalui website resmi libera.id. Dengan Libera.id, Anda tidak hanya bisa konsultasi gratis, namun juga bisa dibantu untuk mengurus perizinan perusahaan dan masalah hukum perusahaan lainnya.
Categories
Recent Posts
- Mengenal Founders & Klausul Penting yang Wajib Ada Didalamnya!
- Tantangan & Peluang Mengurus Izin Bisnis di Era Digital
- Pentingnya Izin PIRT untuk Meningkatkan Nilai & Kredibilitas Usaha
- Mengenal NIB dalam Sistem OSS RBA, Perlu Diupdate?
- Perbedaan PKWT dan PKWTT, Mana yang Paling Dibutuhkan Bisnis Anda?