Surat Perjanjian Jual Beli: Fungsi & Cara Menyusunnya

Dalam kegiatan bisnis, jual dan beli barang/jasa menjadi salah satu aktivitas rutin yang terjadi setiap harinya. Namun, apakah seluruh kegiatan jual beli membutuhkan perjanjian jual beli untuk mengikat antara penjual dan pembeli?
Misalnya, ketika Anda menjual makanan dan konsumen membelinya, berarti telah terjadi kesepakatan antara Anda dan konsumen untuk melakukan kegiatan jual beli. Namun apakah tetap butuh perjanjian jual beli?
Atau ketika Anda menjual baju melalui online marketplace dan ada pembeli yang menghubungi Anda untuk membeli baju tersebut, ketika Anda dan pembeli telah sepakat dengan harga dan Anda berjanji akan mengirimkan baju tersebut, maka jual beli sudah terjadi meskipun belum ada barang yang diserahkan dan belum ada pembayaran yang dilakukan. Apakah jual beli tetap sah meskipun tidak ada surat perjanjian secara tertulis?
Apa itu perjanjian jual beli?
Menurut Pasal 1457 KUHPerdata, perjanjian jual beli adalah perjanjian antara penjual dan pembeli, di mana penjual mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak miliknya atas suatu barang kepada pembeli, dan pembeli mengikatkan dirinya untuk membayar harga barang itu.
Surat perjanjian jual beli juga merupakan dokumen resmi yang wajib ditandatangani pembeli dan penjual untuk menyepakati suatu transaksi, sehingga dokumen ini dapat dijadikan sebagai bukti transaksi atau kesepakatan kedua belah pihak.
Sebagai penjual, Anda harus melaksanakan kesepakatan dengan memenuhi kewajiban dan menyerahkan produk yang dijual. Demikian pula sebagai pembeli harus memberikan imbalan seperti uang kepada pembeli sesuai kesepakatan. Surat perjanjian jual beli bisa disusun secara individu atau melalui proses hukum. Agar surat perjanjian tersebut lebih kuat, sebaiknya Anda membuatnya melalui jalur hukum, sehingga pembeli dan penjual sama-sama terlindungi.
Baca Juga: Tahapan yang Perlu Dilalui Dalam Proses Jual Beli Tanah
Fungsi surat perjanjian jual beli
Meskipun sering dianggap sederhana, perjanjian ini sebenarnya memiliki kekuatan hukum yang signifikan dan dapat berdampak besar jika tidak dibuat dengan benar. Mulai dari jual beli properti, kendaraan, hingga transaksi online, setiap proses membutuhkan dasar hukum yang jelas agar hak dan kewajiban masing-masing pihak terlindungi.
Dilansir dari beberapa sumber, berikut ini adalah fungsi surat perjanjian jual beli yang perlu Anda pahami.
1. Bentuk legal kesepakatan kedua pihak
Surat perjanjian yang dibuat bisa menjadi bukti nyata legalitas dari kesepakatan yang telah disetujui kedua belah pihak. Seluruh informasi dan data terkait transaksi harus tertera di dalam surat, sehingga informasi lengkap terkait transaksi dan seluruh ketentuan dapat dilihat dalam surat perjanjian tersebut.
Dengan tanda tangan dua pihak dalam dokumen, maka transaksi yang dilakukan dapat dikatakan legal dan sah di mata hukum. Keterlibatan pihak legal lain juga dapat dimasukkan untuk menambah kekuatan hukum dari berkas tersebut.
2. Menjaga kepercayaan dan kredibilitas seluruh pihak yang terlibat
Setelah kesepakatan tertuang dalam dokumen tersebut, maka kekuatan hukum akan dimiliki dalam transaksi yang dilakukan. Transaksi akan berjalan sesuai aturan dan poin kesepakatan yang tertulis dalam surat perjanjian tersebut, sehingga seluruh pihak yang bersangkutan dapat memegang kepercayaannya satu sama lain.
Kepercayaan yang muncul dari masing-masing pihak ini akan jadi dasar yang baik untuk kerjasama jangka panjang. Jika kesepakatan tidak disusun secara tertulis, maka bisa berisiko salah satu pihak lupa atau melanggar perjanjian. Dengan adanya surat perjanjian inilah, masing-masing pihak bisa saling percaya dan merasa aman bahwa pihak lain akan melaksanakan kewajibannya.
3. Membuat kegiatan bisnis lebih profesional
Sebagai entitas bisnis yang aktif melakukan kegiatan bisnis, maka perusahaan wajib bersikap profesional. Dengan mempersiapkan surat perjanjian jual beli untuk seluruh kegiatan bisnis, maka bisa membuat perusahaan lebih ptofesional, sehingga reputasi yang dimiliki dapat meningkat. Bisnis akan menjadi semakin profesional ketika dapat mempertanggungjawabkan seluruh kegiatan yang dilakukannya dengan berkas yang legal dan jelas.
4. Memperjelas aturan dan kesepakatan masing-masing pihak
Seluruh informasi mengenai kegiatan jual beli akan tertulis dengan jelas dalam perjanjian jual beli. Aturan main dalam transaksi yang akan dilakukan, seluruhnya akan tercantum jelas dalam setiap pasal atau poin yang ada di surat perjanjian tersebut. Setiap pihak kemudian akan melaksanakan transaksi sesuai kesepakatan tersebut, sehingga transaksi bisa berjalan lancar dan selesai sesuai yang tertulis dalam perjanjian.
5. Mengurangi risiko wanprestasi
Dengan kekuatan hukum yang dimiliki, setiap pihak akan berupaya memenuhi ketentuan yang sudah tertera di dalam surat perjanjian tersebut. Dengan mempersiapkan surat perjanjian jual beli, Anda dapat meminimalisir risiko terjadinya wanprestasi.
Hal ini dikarenakan pelanggaran pada poin yang disepakati mengharuskan pihak tersebut melakukan ganti rugi, atau tindakan lain yang disepakati. Nilai ganti rugi ini akan besar, sehingga wanprestasi yang mungkin terjadi bisa dapat dihindari dengan pertimbangan kerugian yang tidak sedikit.
Baca Juga: Pentingnya Mengetahui Masalah Wanprestasi dalam Kontrak Bisnis bagi Pengusaha
9 Hal Penting yang Harus Ada Dalam Perjanjian Jual Beli
Menurut Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur tentang syarat sah perjanjian tidak memberikan syarat bahwa perjanjian harus dibuat secara tertulis.
Namun, lain halnya ketika produk yang Anda jual atau beli bernilai tinggi dan pembayaran dilakukan secara bertahap. Misalnya Anda menjual barang dalam jumlah yang banyak dengan nilai transaksi yang besar.
Ketika kondisi ini terjadi, membuat perjanjian jual beli sangat dianjurkan untuk memberikan kejelasan mengenai transaksi tersebut dan melindungi Anda dari kemungkinan pembeli gagal melakukan pembayaran yang seharusnya. Di bawah ini Libera akan menjelaskan beberapa hal penting yang perlu ada dalam surat perjanjian jual beli.
1. Adanya Para Pihak yakni Pembeli dan Penjual
Hal pertama yang harus ada dalam perjanjian jual beli adalah adanya para pihak yang melakukan kesepakatan yang melibatkan dua pihak, yaitu penjual dan pembeli. Di mana, kedua belah pihak yang membuat perjanjian jual beli memiliki hak dan kewajiban untuk melaksanakan isi perjanjian yang dibuat. Perlu diperhatikan bahwa para pihak harus memiliki kecakapan untuk melakukan transaksi jual beli.
Artinya, baik penjual maupun pembeli telah dianggap dewasa menurut hukum yang berlaku dan tidak sedang berada di bawah pengampuan. Dalam membuat perjanjian, para pihak diberikan kebebasan untuk menentukan bentuk dan isi perjanjian yang mereka buat.
Namun, kebebasan ini tetap harus sesuai dengan dan tidak boleh melanggar hukum yang berlaku di Indonesia. Jika isi perjanjian tersebut melanggar hukum yang berlaku, maka perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat sah perjanjian yang diatur di Pasal 1320 KUHPerdata dan berakibat batal demi hukum.
Baca Juga: Cara Tepat Membuat Surat Perjanjian Bisnis yang Baik dan Benar
2. Obyek yang Diperjualbelikan
Pasal 1457 KUHPerdata menyebutkan bahwa jual beli adalah suatu persetujuan, di mana pihak penjual mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda, dan pihak pembeli membayar harga yang telah disepakati.
Perjanjian jual beli dalam KUHPerdata juga menentukan bahwa obyek perjanjian harus tertentu, atau setidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat akan diserahkan hak milik atas barang tersebut kepada pembeli. Sementara itu, KUHPerdata mengenal tiga macam barang yaitu barang bergerak, barang tidak bergerak (barang tetap), dan barang tidak berwujud seperti piutang atau saham.
3. Hak dan Kewajiban Para Pihak
Seperti yang sudah Anda ketahui, surat perjanjian jual beli dilakukan untuk mengatur hak dan kewajiban para pihak. Di mana, penjual memiliki dua kewajiban utama yaitu menyerahkan hak milik atas barang yang telah dibeli dan menanggung kerugian atas kondisi cacat tersembunyi pada barang yang dijual. Sedangkan pembeli berkewajiban membayar harga barang dan pembeli berhak untuk menuntut kepada penjual atas penyerahan barang yang telah dibelinya.
Pembayaran ini dilakukan pada waktu dan tempat yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Selain itu, pembeli juga memiliki hak untuk membatalkan transaksi jual beli apabila barang yang telah disepakati ternyata memiliki kerusakan atau cacat tersembunyi yang sebelumnya tidak diberitahukan kepada pembeli.
Baca Juga: Hukum Kontrak: Syarat Sah Kontrak hingga Ganti Rugi Jika Terjadi Pelanggaran Kontrak
4. Penyerahan dan Pengiriman Barang
Ketika barang sudah dibeli, ada kemungkinan barang tersebut tidak bisa langsung diambil oleh pembeli di tempat, melainkan akan dikirimkan dari tempat penjual ke tempat pembeli. Tata cara penyerahan dan pengiriman barang ini merupakan kesepakatan antara penjual dan pembeli, terutama mengenai biaya pengiriman. Dalam surat perjanjian jual beli, menuliskan dengan jelas tentang siapa yang akan menanggung biaya pengiriman dan kapan pengiriman dilakukan merupakan hal yang jangan sampai terlupakan.
Selain itu, penting juga ditentukan mengenai pengalihan hak milik atas barang. Pasal 612 KUHPerdata menyebutkan bahwa pengalihan hak milik atas barang bergerak dilakukan dengan penyerahan yang nyata atas barang tersebut. Untuk beberapa kasus, bisa diatur antara penjual dan pembeli mengenai kapan hak milik dan tanggung jawab atas barang beralih, apakah pada saat barang sudah dikeluarkan dan diantarkan dari penjual, atau ketika barang tersebut sampai di tempat pembeli.
5. Syarat Pembayaran
Ketika penjualan dilakukan secara kredit, hal ini penting untuk dipikirkan dan ditulis sejelas mungkin di dalam perjanjian jual beli. Misalnya ketika Anda melakukan penjualan 100.000 tas terhadap reseller dengan harga Rp300.000.000. Maka Anda harus menuliskan dengan jelas syarat pembayaran di atas perjanjian tersebut.
Misalnya, melakukan DP minimal 10%, dan harus melunasi seluruhnya pada saat 30 hari sebelum barang tersebut Anda kirimkan. Anda juga bisa memberikan denda keterlambatan, misalnya denda 5% ketika melewati jangka waktu tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kerugian jika pembeli terlambat melakukan pembayaran.
6. Pengembalian Barang Rusak
Retur barang yang rusak menjadi hal yang sah dilakukan dalam kegiatan jual beli. Namun, pengembalian barang juga harus sesuai dengan syarat yang telah disepakati bersama. Karena itulah hal ini penting untuk ditentukan di awal dan sebelum perjanjian jual beli dibuat atau ditandatangani.
Anda dapat memberikan beberapa syarat pengembalian barang di dalam perjanjian, misalnya ketika Anda menjual handphone atau ponsel. Anda bisa memberikan garansi selama 30 hari untuk mesin yang rusak, atau pengembalian barang ketika ponsel tersebut cacat seperti layar yang tergores, dan lain sebagainya.
Namun, jika Anda sebagai penjual, Anda juga perlu membatasi mengenai jenis kerusakan yang dapat diganti. Apabila terdapat kerusakan pada barang namun hal tersebut sudah disampaikan kepada pembeli dan pembeli menerima kerusakan tersebut, maka di kemudian hari pembeli tidak dapat mengembalikan barang atau meminta ganti rugi atas kerusakan tersebut.
7. Ketentuan Berakhirnya Perjanjian
Selain itu, Anda juga harus menuliskan ketentuan berakhirnya perjanjian yang telah Anda buat. Biasanya perjanjian akan berakhir otomatis ketika hak dan kewajiban telah terpenuhi oleh masing-masing pihak. Menurut Pasal 1381 KUHPerdata terdapat beberapa hal yang mengakibatkan berakhirnya suatu perjanjian yaitu:
- Karena pembayaran;
- Karena penawaran;
- Karena pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpangan atau penitipan;
- Karena perjumpaan utang atau kompensasi;
- Karena percampuran utang;
- Karena pembebasan utang;
- Karena musnahnya barang yang terutang;
- Karena kebatalan dan pembatalan;
- Karena berlakunya syarat batal;
- Karena lewat waktu (kedaluwarsa).
8. Langkah Penyelesaian Perselisihan
Dalam proses jual beli, ada kemungkinan perselisihan yang terjadi antara penjual dan pembeli, baik mengenai salah satu pihak yang tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian, pengiriman yang terlambat, barang yang tidak sesuai dengan kesepakatan di awal, dan permasalahan lainnya yang dapat menimbulkan perselisihan.
Hal ini tentu dapat menghambat pelaksanaan perjanjian dan akan menimbulkan kerugian bagi masing-masing pihak jika dibiarkan berlarut-larut. Karena itulah, Anda harus menuliskan dengan jelas langkah apa saja yang mungkin dilakukan ketika hal ini terjadi, mulai dari melakukan negosiasi hingga membawa masalah ini ke pengadilan.
Baca Juga: Perselisihan dengan Rekan Bisnis, Begini Cara Penyelesaiannya Secara Hukum!
9. Memenuhi Syarat Perjanjian
Hal terakhir yang harus Anda perhatikan ketika membuat surat perjanjian jual beli adalah memenuhi syarat sahnya perjanjian sesuai Pasal 1320 KUHPerdata yaitu adanya kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak dalam membuat perjanjian, adanya hal tertentu, dan terdapat suatu sebab yang diperkenankan. Dengan memenuhi 4 syarat di atas berarti surat perjanjian tersebut sah dan mengikat para pihak. Sehingga perjanjian tersebut harus dilaksanakan oleh para pihak dan dapat digunakan sebagai alat bukti di kemudian hari ketika terjadi sengketa atau perselisihan antara para pihak.
Perjanjian Jual Beli yang Harus Menggunakan Akta Otentik
Jual beli pada umumnya cukup dilakukan secara lisan maupun perjanjian tertulis yang dibuat oleh penjual dan pembeli. Bahkan, Pasal 1458 KUHPerdata menyebutkan bahwa jual beli sudah dianggap terjadi ketika penjual dan pembeli sudah mencapai kesepakatan mengenai barang dan harganya, meskipun barang belum diserahkan dan harganya belum dibayar.
Namun, khusus untuk barang tidak bergerak seperti tanah, pengalihan kepemilikan atas barang tersebut harus dilakukan dengan akta otentik sebagaimana diatur dalam Pasal 616 dan 620 KUHPerdata. Saat ini, hal ini sudah secara khusus diatur dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria jo.
Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah di mana peralihan hak atas tanah yang terjadi karena jual beli perlu didaftarkan dengan menggunakan akta yang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akta jual beli merupakan bukti sah bahwa hak atas tanah sudah beralih kepada pihak lain.
Itulah kesembilan hal yang harus ada dan Anda perhatikan dalam membuat surat perjanjian jual beli. Bagi Anda yang kesulitan dan kurang memahami cara membuat perjanjian jual beli dan perjanjian bisnis lainnya, Anda dapat membuat perjanjian bisnis dengan mudah di LIBERA. Di LIBERA, Anda juga dapat melakukan konsultasi semua masalah hukum bisnis yang sedang Anda alami secara GRATIS! Segera buat perjanjian Anda di LIBERA dan dapatkan solusi hukum terbaik bagi bisnis Anda sekarang!
Tags: bedanya kontrak dan perjanjian, contoh surat perjanjian, kontrak jual beli, manfaat perjanjian, manfaat perjanjian jual beli, perjanjian jual beli, syarat perjanjian