Kontrak

Kegiatan Jual Beli Tanpa Perjanjian Tertulis, Apakah Tetap Sah Dilakukan?

Dalam kegiatan bisnis, jual dan beli barang/jasa menjadi salah satu aktivitas rutin yang terjadi setiap harinya. Misalnya, ketika Anda menjual makanan dan konsumen membelinya, berarti telah terjadi kesepakatan antara Anda dan konsumen untuk melakukan kegiatan jual beli. Atau ketika Anda menjual baju melalui online marketplace dan ada pembeli yang menghubungi Anda untuk membeli baju tersebut, ketika Anda dan pembeli telah sepakat dengan harga dan Anda berjanji akan mengirimkan baju tersebut, maka jual beli sudah terjadi meskipun belum ada barang yang diserahkan dan belum ada pembayaran yang dilakukan. Apakah jual beli tetap sah meskipun tidak ada surat perjanjian secara tertulis? Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur tentang syarat sah perjanjian tidak memberikan syarat bahwa perjanjian harus dibuat secara tertulis.

Namun, lain halnya ketika produk yang Anda jual atau beli bernilai tinggi dan pembayaran dilakukan secara bertahap. Misalnya Anda menjual barang dalam jumlah yang banyak dengan nilai transaksi yang besar. Ketika kondisi ini terjadi, membuat perjanjian jual beli sangat dianjurkan untuk memberikan kejelasan mengenai transaksi tersebut dan melindungi Anda dari kemungkinan pembeli gagal melakukan pembayaran yang seharusnya. Di bawah ini Libera akan menjelaskan beberapa hal penting yang perlu ada dalam surat perjanjian jual beli.

 

Adanya Para Pihak yakni Pembeli dan Penjual

Hal pertama yang harus ada dalam perjanjian jual beli adalah adanya para pihak yang melakukan kesepakatan yang melibatkan dua pihak, yaitu penjual dan pembeli. Di mana, kedua belah pihak yang membuat perjanjian jual beli memiliki hak dan kewajiban untuk melaksanakan isi perjanjian yang dibuat. Perlu diperhatikan bahwa para pihak harus memiliki kecakapan untuk melakukan transaksi jual beli. Artinya, baik penjual maupun pembeli telah dianggap dewasa menurut hukum yang berlaku dan tidak sedang berada di bawah pengampuan. Dalam membuat perjanjian, para pihak diberikan kebebasan untuk menentukan bentuk dan isi perjanjian yang mereka buat. Namun, kebebasan ini tetap harus sesuai dengan dan tidak boleh melanggar hukum yang berlaku di Indonesia. Jika isi perjanjian tersebut melanggar hukum yang berlaku, maka perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat sah perjanjian yang diatur di Pasal 1320 KUHPerdata dan berakibat batal demi hukum.

 

Obyek yang Diperjualbelikan

Pasal 1457 KUHPerdata menyebutkan bahwa jual beli adalah suatu persetujuan, di mana pihak penjual mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda, dan pihak pembeli membayar harga yang telah disepakati. Perjanjian jual beli dalam KUHPerdata juga menentukan bahwa obyek perjanjian harus tertentu, atau setidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat akan diserahkan hak milik atas barang tersebut kepada pembeli. Sementara itu, KUHPerdata mengenal tiga macam barang yaitu barang bergerak, barang tidak bergerak (barang tetap), dan barang tidak berwujud seperti piutang atau saham.

 

Hak dan Kewajiban Para Pihak

Seperti yang sudah Anda ketahui, surat perjanjian jual beli dilakukan untuk mengatur hak dan kewajiban para pihak. Di mana, penjual memiliki dua kewajiban utama yaitu menyerahkan hak milik atas barang yang telah dibeli dan menanggung kerugian atas kondisi cacat tersembunyi pada barang yang dijual. Sedangkan pembeli berkewajiban membayar harga barang dan pembeli berhak untuk menuntut kepada penjual atas penyerahan barang yang telah dibelinya. Pembayaran ini dilakukan pada waktu dan tempat yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Selain itu, pembeli juga memiliki hak untuk membatalkan transaksi jual beli apabila barang yang telah disepakati ternyata memiliki kerusakan atau cacat tersembunyi yang sebelumnya tidak diberitahukan kepada pembeli.

 

Penyerahan dan Pengiriman Barang

Ketika barang sudah dibeli, ada kemungkinan barang tersebut tidak bisa langsung diambil oleh pembeli di tempat, melainkan akan dikirimkan dari tempat penjual ke tempat pembeli. Tata cara penyerahan dan pengiriman barang ini merupakan kesepakatan antara penjual dan pembeli, terutama mengenai biaya pengiriman. Dalam surat perjanjian jual beli, menuliskan dengan jelas tentang siapa yang akan menanggung biaya pengiriman dan kapan pengiriman dilakukan merupakan hal yang jangan sampai terlupakan.

Selain itu, penting juga ditentukan mengenai pengalihan hak milik atas barang. Pasal 612 KUHPerdata menyebutkan bahwa pengalihan hak milik atas barang bergerak dilakukan dengan penyerahan yang nyata atas barang tersebut. Untuk beberapa kasus, bisa diatur antara penjual dan pembeli mengenai kapan hak milik dan tanggung jawab atas barang beralih, apakah pada saat barang sudah dikeluarkan dan diantarkan dari penjual, atau ketika barang tersebut sampai di tempat pembeli.

 

Syarat Pembayaran

Ketika penjualan dilakukan secara kredit, hal ini penting untuk dipikirkan dan ditulis sejelas mungkin di dalam perjanjian jual beli. Misalnya ketika Anda melakukan penjualan 100.000 tas terhadap reseller dengan harga Rp300.000.000. Maka Anda harus menuliskan dengan jelas syarat pembayaran di atas perjanjian tersebut. Misalnya, melakukan DP minimal 10%, dan harus melunasi seluruhnya pada saat 30 hari sebelum barang tersebut Anda kirimkan. Anda juga bisa memberikan denda keterlambatan, misalnya denda 5% ketika melewati jangka waktu tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kerugian jika pembeli terlambat melakukan pembayaran.

 

Pengembalian Barang Rusak

Retur barang yang rusak menjadi hal yang sah dilakukan dalam kegiatan jual beli. Namun, pengembalian barang juga harus sesuai dengan syarat yang telah disepakati bersama. Karena itulah hal ini penting untuk ditentukan di awal dan sebelum perjanjian jual beli dibuat atau ditandatangani. Anda dapat memberikan beberapa syarat pengembalian barang di dalam perjanjian, misalnya ketika Anda menjual handphone atau ponsel. Anda bisa memberikan garansi selama 30 hari untuk mesin yang rusak, atau pengembalian barang ketika ponsel tersebut cacat seperti layar yang tergores, dan lain sebagainya. Namun, jika Anda sebagai penjual, Anda juga perlu membatasi mengenai jenis kerusakan yang dapat diganti. Apabila terdapat kerusakan pada barang namun hal tersebut sudah disampaikan kepada pembeli dan pembeli menerima kerusakan tersebut, maka di kemudian hari pembeli tidak dapat mengembalikan barang atau meminta ganti rugi atas kerusakan tersebut.

 

Ketentuan Berakhirnya Perjanjian

Selain itu, Anda juga harus menuliskan ketentuan berakhirnya perjanjian yang telah Anda buat. Biasanya perjanjian akan berakhir otomatis ketika hak dan kewajiban telah terpenuhi oleh masing-masing pihak. Menurut Pasal 1381 KUHPerdata terdapat beberapa hal yang mengakibatkan berakhirnya suatu perjanjian yaitu:

  1. Karena pembayaran;
  2. Karena penawaran;
  3. Karena pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpangan atau penitipan;
  4. Karena perjumpaan utang atau kompensasi;
  5. Karena percampuran utang;
  6. Karena pembebasan utang;
  7. Karena musnahnya barang yang terutang;
  8. Karena kebatalan dan pembatalan;
  9. Karena berlakunya syarat batal;
  10. Karena lewat waktu (kedaluwarsa).

 

Langkah Penyelesaian Perselisihan

Dalam proses jual beli, ada kemungkinan perselisihan yang terjadi antara penjual dan pembeli, baik mengenai salah satu pihak yang tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian, pengiriman yang terlambat, barang yang tidak sesuai dengan kesepakatan di awal, dan permasalahan lainnya yang dapat menimbulkan perselisihan. Hal ini tentu dapat menghambat pelaksanaan perjanjian dan akan menimbulkan kerugian bagi masing-masing pihak jika dibiarkan berlarut-larut. Karena itulah, Anda harus menuliskan dengan jelas langkah apa saja yang mungkin dilakukan ketika hal ini terjadi, mulai dari melakukan negosiasi hingga membawa masalah ini ke pengadilan.

 

Baca Juga: Perselisihan dengan Rekan Bisnis, Begini Cara Penyelesaiannya Secara Hukum!

 

Memenuhi Syarat Perjanjian

Hal terakhir yang harus Anda perhatikan ketika membuat surat perjanjian jual beli adalah memenuhi syarat sahnya perjanjian sesuai Pasal 1320 KUHPerdata yaitu adanya kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak dalam membuat perjanjian, adanya hal tertentu, dan terdapat suatu sebab yang diperkenankan. Dengan memenuhi 4 syarat di atas berarti surat perjanjian tersebut sah dan mengikat para pihak. Sehingga perjanjian tersebut harus dilaksanakan oleh para pihak dan dapat digunakan sebagai alat bukti di kemudian hari ketika terjadi sengketa atau perselisihan antara para pihak.

 

Jual Beli yang Harus Menggunakan Akta Otentik

Jual beli pada umumnya cukup dilakukan secara lisan maupun perjanjian tertulis yang dibuat oleh penjual dan pembeli. Bahkan, Pasal 1458 KUHPerdata menyebutkan bahwa jual beli sudah dianggap terjadi ketika penjual dan pembeli sudah mencapai kesepakatan mengenai barang dan harganya, meskipun barang belum diserahkan dan harganya belum dibayar. Namun, khusus untuk barang tidak bergerak seperti tanah, pengalihan kepemilikan atas barang tersebut harus dilakukan dengan akta otentik sebagaimana diatur dalam Pasal 616 dan 620 KUHPerdata. Saat ini, hal ini sudah secara khusus diatur dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria jo. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah di mana peralihan hak atas tanah yang terjadi karena jual beli perlu didaftarkan dengan menggunakan akta yang dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akta jual beli merupakan bukti sah bahwa hak atas tanah sudah beralih kepada pihak lain.

Itulah kesembilan hal yang harus ada dan Anda perhatikan dalam membuat surat perjanjian jual beli. Bagi Anda yang kesulitan dan kurang memahami cara membuat perjanjian jual beli dan perjanjian bisnis lainnya, Anda dapat membuat perjanjian bisnis dengan mudah di LIBERA. Di LIBERA, Anda juga dapat melakukan konsultasi semua masalah hukum bisnis yang sedang Anda alami secara GRATIS! Segera buat perjanjian Anda di LIBERA dan dapatkan solusi hukum terbaik bagi bisnis Anda sekarang!

Libera Ads Landscape small v1

Related Posts

Perbedaan Akta Otentik & Akta di Bawah Tangan yang Wajib Anda Ketahui

Dalam kacamata hukum, akta merupakan tulisan atau perjanjian yang menerangkan perbuatan hukum dan dapat digunakan sebagai alat pembuktian atas perbuatan hukum tersebut, seperti perjanjian kerja sama untuk membuktikan adanya hubungan kerja sama antara para pihak. Akta sendiri dapat dikategorikan dalam 2 (dua) bentuk yaitu akta otentik dan akta di bawah tangan. Banyak orang yang menganggap bahwa akta otentik merupakan perjanjian yang bermeterai, sedangkan akta di bawah tangan tidak membutuhkan meterai. Agar tidak salah memahami perbedaan akta otentik dan akta di bawah tangan, LIBERA akan menjabarkannya secara detail di bawah ini.

Read more