KontrakStartup

5 Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Membuat Surat Perjanjian Kerja Sama Bisnis

Di era sekarang di mana kaum millennials berada dalam usia produktif untuk bekerja, banyak millennials yang memilih untuk memulai bisnisnya sendiri. Hal ini terlihat dari banyaknya bisnis startup yang mulai bermunculan di Indonesia di mana mayoritas foundersnya merupakan generasi millennials. Ide-ide bisnis yang dibawa pun semakin beragam dan banyak startup yang berpotensi besar. Namun, berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh Noam Wessman, seorang profesor Harvard Business School dalam artikelnya yang berjudul “The Founder’s Dilemma”, sebanyak 65% startup yang berpotensi besar mengalami kegagalan karena perselisihan antara founders. Ketika Anda berencana untuk menjalankan bisnis dengan rekan bisnis sebagai salah satu founder, maka solusi untuk menghindari perselisihan dengan sesama founder adalah dengan membuat surat perjanjian kerja sama antara pendiri atau Founders Agreement.

Baca Juga: Lindungi Bisnis Anda dengan 5 Kontrak Ini!

 

Perjanjian ini menjadi hal penting yang harus Anda pikirkan sebelum melakukan kerja sama bisnis dengan calon founder lainnya. Di mana, dalam perjanjian inilah Anda dapat menuliskan dengan jelas mengenai tanggung jawab masing-masing founder. Hal ini penting untuk melindungi bisnis Anda dari konflik di antara sesama founder atau pemilik bisnis. Di bawah ini Libera akan menjabarkan beberapa hal yang harus Anda perhatikan dalam membuat surat perjanjian kerja sama antara pendiri atau Founders Agreement.

 

Apa Itu Founders Agreement?

Founders Agreement merupakan perjanjian yang mengatur hubungan kerja sama antara dua atau lebih pendiri perusahaan untuk membangun bisnis bersama. Di mana, perjanjian ini mengatur mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak, mulai dari peran dan tanggung jawab, kontribusi modal, struktur perusahaan, hingga pernyataan masing-masing pihak bahwa seluruh hasil pekerjaan yang dilakukan oleh para pendiri merupakan milik perusahaan di masa depan.

Founders Agreement sebaiknya dibuat sebelum para pendiri memulai bisnisnya  sehingga seluruh kesepakatan telah dijabarkan secara jelas dari awal. Tidak semua bisnis berjalan mulus dan ada kalanya para pendiri memiliki perbedaan visi bisnis kedepannya. Maka dari itu, hal ini dapat diminimalisir dari awal dengan ditentukannya solusi apabila terjadi hal tersebut.

 

Pentingnya Founders Agreement

Meski dinilai penting, banyak pemilik bisnis yang mengabaikan pembuatan surat perjanjian kerja sama pendiri bisnis dalam menjalankan usahanya. Padahal, perjanjian ini menjadi salah satu asuransi penting bagi para pendiri bisnis terhadap risiko terjadinya sengketa atau hal-hal yang tidak terduga di masa depan. Namun, jika bisnis Anda sudah berjalan, Anda tetap bisa membuat perjanjian tersebut, karena lebih baik terlambat dibanding tidak sama sekali. Di bawah ini adalah beberapa alasan pentingnya membuat surat perjanjian kerja sama antara pendiri bisnis:

  1. Mengklarifikasi peran dan tanggung jawab masing-masing pendiri.
  2. Memberikan gambaran atas struktur perusahaan dan target perusahaan kedepan.
  3. Memberikan kejelasan jika ada pendiri yang memutuskan untuk keluar dari bisnis dan jika ada founder yang baru masuk.
  4. Menjaga kerahasiaan atas business model perusahaan.
  5. Melindungi pendiri minoritas.

 

Hal yang Harus Diperhatikan dalam Membuat Surat Perjanjian Kerja Sama antara Pendiri Bisnis

Pada dasarnya, perjanjian kerja sama antara pendiri bisnis bukanlah jenis perjanjian baku yang secara tegas diatur perihal rincian pasal yang wajib ada. Selama perjanjian tersebut memenuhi 4 syarat sah perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka perjanjian tersebut dianggap sah dan isinya dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing founder. Berikut adalah klausul-klausul penting yang umumnya ada dalam perjanjian kerja sama antara pendiris bisnis:

a. Peran dan tanggung jawab masing-masing pihak

Kesalahan yang sering dilakukan bisnis startup adalah tidak adanya pembagian yang jelas mengenai peran dan tanggung jawab masing-masing pendiri sehingga terjadi tumpang tindih kewenangan dalam menjalankan bisnis. Selain itu, ada juga startup yang melakukan pengambilan keputusan secara bersama-sama tanpa adanya kesepakatan untuk menunjuk satu orang sebagai pembuat keputusan tertinggi. Meski budaya terbuka dan transparan menjadi hal penting, namun hal ini dapat membuat pekerjaan menjadi tidak efisien. Terutama jika dalam pengambilan keputusan terjadi perbedaan pendapat antara masing-masing pihak dan seluruh pihak memiliki hak yang sama untuk mengambil keputusan. Hal ini tentunya akan memicu perselisihan dan membuat bisnis tidak efektif.

Jadi, pastikan Anda telah menulis dengan jelas di dalam surat perjanjian kerja sama mengenai peran dan tanggung jawab masing-masing. Hindari pemberian tanggung jawab yang berlipat, selain tidak efisien, hal ini juga membuat pihak tersebut menjadi tidak fokus. Untuk masalah pengambilan keputusan, Anda juga dapat memberikan tanggung jawab sesuai dengan jabatan para pendiri, misalnya CMO bertanggung jawab dalam masalah pemasaran, CFO mengurus keuangan perusahaan, dan sebagainya.

b. Rincian Kontribusi Modal dan Pembagian Keuntungan

Ketika membuat suatu bisnis, modal merupakan hal utama yang perlu disepakati oleh para pendiri. Tentukan berapa banyak modal yang diperlukan untuk menjalankan bisnis dan berapa besar kontribusi modal yang wajib dilakukan oleh masing-masing pendiri. Jika di kemudian hari bisnis ini akan dibuat dalam bentuk perseroan terbatas (PT), biasanya kontribusi modal inilah yang menentukan besaran persentase kepemilikan saham para pendiri.

Kontribusi modal inilah yang juga menentukan berapa besar keuntungan yang akan diperoleh masing-masing pendiri. Biasanya, pembagian keuntungan akan diberikan secara pro-rata sesuai dengan besar kontribusi modal yang diberikan oleh masing-masing pendiri. Hal ini juga yang akan menentukan siapa yang berhak untuk memiliki hak suara paling banyak untuk menentukan kebijakan bisnis kedepan.

c. Hak Kekayaan Intelektual

Ketika Anda dan rekan pendiri bisnis mulai fokus untuk mengembangkan ide dengan membangun suatu produk atau platform, hal penting yang harus Anda perhatikan adalah mulai mengurus Hak Kekayaan intelektual (HKI) atau Intellectual Property Rights (IPR), yang merupakan hasil yang timbul dari olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia.

Sebelum mengurus dan mengajukan permohonan HKI kepada Menteri, pastikan bahwa produk apapun yang sedang Anda kembangkan bersama pendiri lainnya merupakan milik bersama dan bukan milik individu. Misalnya, salah satu rekan pendiri Anda merupakan orang yang ahli dalam bidang IT dan bertugas untuk membuat aplikasi bagi startup Anda. Maka perlu diatur mengenai HKI atas aplikasi tersebut yang merupakan milik bersama, bukan milik pendiri tersebut meskipun aplikasi itu dibuat oleh salah satu pendiri.

Hal ini idealnya tidak menjadi masalah, namun ketika pendiri yang membuat aplikasi tersebut memutuskan untuk berhenti dan keluar dari startup perusahaan Anda, ada kemungkinan pendiri tersebut mengklaim bahwa aplikasi yang dibuatnya merupakan miliknya secara pribadi. Ketika hal ini terjadi, HKI atas aplikasi tersebut bisa saja digunakan oleh pendiri yang keluar untuk membangun bisnisnya sendiri yang pada akhirnya menimbulkan kompetitor bagi bisnis Anda. Jadi, pastikan bahwa Anda menjabarkan ketentuan ini dalam surat perjanjian kerja sama antara pendiri bisnis terutama jika salah satu pendiri bisnis memiliki keahlian yang khusus.

 

Baca Juga: Perbedaan Hak Cipta dan Hak Paten

d. Target Perusahaan

Tidak selamanya para pendiri memiliki visi dan misi yang sama dalam menjalankan bisnis. Ketika bisnis sudah semakin berkembang, dapat terjadi perbedaan antara para pendiri dalam memutuskan jalan perusahaan kedepannya. Terlebih jika perusahaan belum berbentuk PT, hal yang umumnya didebatkan adalah kapan perusahaan akan dibuat dalam bentuk PT ataupun kapan perusahaan akan melakukan ekspansi. Hal ini dapat diatur dalam perjanjian kerja sama antara pendiri bisnis di mana dapat dibuat ketentuan mengenai pencapaian bisnis yang dijadikan acuan untuk melakukan tindakan selanjutnya. Misalnya ketika perusahaan telah mencapai pendapatan dengan jumlah tertentu atau telah mencapai breakeven point (BEP), maka founders sepakat untuk mendirikan PT atau melakukan tindakan lainnya seperti membuka cabang.

e. Pendiri Keluar dari Perusahaan

Hal terakhir yang harus Anda tentukan adalah hal yang harus Anda dan pemilik bisnis lainnya lakukan ketika ada pendiri yang memutuskan untuk keluar dari perusahaan maupun hal-hal yang dapat menyebabkan pendiri dikeluarkan dari perusahaan. Di sini dapat dibuat ketentuan mengenai jangka waktu tertentu di mana pendiri tidak diizinkan untuk keluar dari perusahaan karena memiliki kewajiban untuk mengembangkan bisnis bersama. Apabila setelah jangka waktu tersebut, pendiri ada yang memutuskan untuk keluar, maka perlu diatur mengenai konsekuensinya. Mulai dari kewajiban yang perlu dilakukan sebelum pendiri keluar, hingga keuntungan yang didapat oleh pendiri.

Begitu pula jika pendiri dikeluarkan dari perusahaan, kondisi apa yang menyebabkan pendiri perlu dikeluarkan, apakah ketika salah satu pemilik berkinerja buruk ? Setelah kondisi atas risiko ini Anda ketahui, bagaimana dengan kontribusi modal yang telah diberikan oleh pendiri tersebut? Hal ini dapat diatur dan disepakati secara bersama dalam perjanjian kerja sama antara pendiri bisnis.

 

Itulah beberapa hal penting mengenai surat perjanjian kerja sama usaha. Membuat surat perjanjian ini memang mudah, namun apakah Anda memahami dan dapat membaca seluruh risiko yang mungkin terjadi di kemudian hari? Hal ini tentu menjadi sulit, terutama jika Anda dan pihak pendiri lainnya belum memiliki pengalaman dalam menjalankan bisnis. Namun, tidak perlu khawatir. Libera sebagai startup hukum dapat membantu Anda melihat risiko-risiko yang mungkin akan terjadi pada bisnis Anda di kemudian hari. Jadi percayakan seluruh perjanjian bisnis Anda di Libera.id sekarang!
Libera Ads Landscape small v1

Related Posts

Beda MoU dan Perjanjian Dilihat dari Ciri, Tujuan & Kekuatan Hukumnya!

MoU atau Memorandum Of Understanding adalah nota kesepahaman atau kesepakatan. Sebenarnya MoU sendiri tidak dikenal di dalam hukum konvensional Indonesia, namun biasanya MoU sendiri sering digunakan sebagai pra-kontrak atau perjanjian pendahuluan. MoU sendiri dibuat dengan tujuan agar para pihak dalam sebuah perjanjian memiliki kesepahaman yang sama dalam hal-hal yang diperjanjikan dalam perjanjian nantinya. Lalu apakah MoU sendiri diperlukan dan bagaimana kekuatan hukumnya dalam mengikat para pihak? Agar lebih jelasnya, mari kita bahas perbedaan MoU dan perjanjian, serta mana yang memiliki kekuatan hukum paling tinggi.

Ciri-Ciri MoU & Perjanjian

MoU dan perjanjian bisa dibedakan dari ciri-ciri atau karakteristiknya. Jika disederhanakan, berikut ini adalah ciri-ciri MoU yang perlu Anda pahami.

  1. MoU merupakan perjanjian pendahuluan (pra-kontrak) sebagai landasan kepastian para pihak.
  2. MoU adalah kesepakatan yang disusun dengan ringkas dan jelas.
  3. Isi materi dalam MoU hanya memuat hal-hal yang umum dan pokok saja.
  4. MoU bersifat sementara atau memiliki tenggat waktu.
  5. MoU biasanya tidak dibuat secara formal serta tidak ada kewajiban untuk dibuatnya kontrak atau perjanjian terperinci.
  6. Dibuat untuk menghindari kesalahan atau kesulitan dalam pembatalan karena adanya keraguan satu pihak kepada pihak lainnya.
  7. MoU tidak mengikat secara hukum perdata, namun hanya mengikat secara moral.

Sedangkan, perjanjian memiliki beberapa ciri-ciri seperti: 

  1. Ditulis berdasarkan hukum, kesusilaan, dan terikat dengan kepentingan umum.
  2. Nama para pihak dan objek surat perjanjian wajib ditulis dengan jelas.
  3. Memiliki saksi yang hadir untuk menyaksikan dalam proses penandatanganan surat perjanjian.
  4. Para pihak wajib menulis nama lengkap dan tanda tangan.
  5. Berisi pasal-pasal yang mengikat kedua belah pihak secara hukum.
  6. Memiliki latar belakang pembuatan surat perjanjian.

Selain memiliki ciri-ciri di atas, perjanjian juga harus dibuat berdasarkan syarat sah pembuatan perjanjian yang telah dimuat dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

Baca Juga: 4 Syarat Sahnya Perjanjian yang Harus Dipenuhi Ketika Membuat Perjanjian Bisnis 

Tujuan Dibuatnya MoU

Bukan hanya asal dibuat, ada beberapa tujuan perusahaan membuat MoU sebelum membuat perjanjian yang sebenarnya. Di bawah ini adalah tujuan MoU yang perlu Anda ketahui.

  • Sepakat mencapai tujuan bersama

Perjanjian dibuat untuk memastikan seluruh pihak yang terlibat memahami dan sepakat  dengan tujuan yang ingin dicapai bersama. Di mana, dalam perjanjian akan memuat tujuan, keperluan, dan ekspektasi yang diinginkan dari kerja sama, sehingga seluruh pihak akan paham akan tujuannya masing-masing. Jika sudah memahami poin-poin penting dalam MoU dan sudah terjadi kesepakatan antara para pihak, barulah perjanjian bisa dibuat.

Baca Juga: Pentingnya Staf Legal Officer di Perusahaan, Bisa Cegah Risiko Hukum hingga Bantu Perizinan

  • Mengelola risiko ketidakpastian

Salah satu risiko bisnis adalah ketidakpastian, di mana risiko ini bisa meningkat seiring bertambahnya pihak yang terlibat. Sebagai antisipasi risiko ketidakpastian, maka perlu ada nota kesepakatan atau MoU.

MoU inilah yang bisa mengikat kesepakatan, sehingga risiko risiko ketidakpastian bisnis seperti pembatalan sepihak bisa terhindari. Bahkan, meski MoU tidak mengikat secara perdata, kehadirannya tetap memberi tekanan secara moral pada pihak yang terlibat.

Baca Juga: Jangan Salah! MoU dan Perjanjian Memiliki Kekuatan Hukum yang Berbeda 

  • Sebagai bahan pertimbangan

Tujuan lain dari MoU adalah agar semua pihak yang belum yakin melakukan kerja sama bisa mempertimbangkan kembali kerja sama tersebut dengan lebih matang. Apalagi kesepakatan yang dilakukan tidak sepenuh hati memiliki potensi permasalahan di kemudian hari

Oleh karena itu, pertimbangan dari seluruh pihak sangat penting dilakukan. Jika sudah ambil keputusan untuk kerja sama, maka Memorandum of Understanding perlu dibuat dan ditandatangani bersama.

  • Mempermudah proses pembatalan

Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa MoU tidak mengikat secara perdata, namun tetap bersifat formal dan mengingat secara moral. Jadi, kalau ada pihak yang merasa ragu untuk melanjutkan kerja sama, mereka bisa membatalkan dengan lebih mudah tanpa membutuhkan persyaratan yang harus dipenuhi. Hal ini tentu berbeda dengan perjanjian.

Mana yang Memiliki Hukum Paling Kuat, MoU atau Perjanjian?

Setelah mengetahui ciri-ciri MoU dan tujuan dibuatnya MoU tentu Anda sudah memahami mana dokumen yang memiliki hukum paling kuat bukan? Singkatnya MoU dibuat sebagai pra-kontrak, di mana setelah seluruh pihak setuju dan MoU dibuat, maka barulah perjanjian atau kontrak bisa dibuat.

Meski MoU merupakan pra-perjanjian bukan berarti MoU tidak mengikat, karena MoU tetap bisa mengikat dan memaksa para pihak untuk mentaati dan/atau melaksanakan seluruh hal yang tertulis didalamnya.

Selain itu, terkadang ada juga kondisi di mana perusahaan membuat perjanjian, namun dokumen tersebut dinamakan MoU. Artinya, penamaan dari dokumen tersebut tidak sesuai isi dari dokumen tersebut, sehingga MoU tersebut memiliki kekuatan hukum mengikat sebagaimana perjanjian.

Baca Juga: Pentingnya Menambahkan Klausul Kerahasiaan Dalam Perjanjian Kerja 

Pasalnya, ketika MoU telah dibuat secara sah dan memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian, maka kedudukan dan/atau keberlakuan MoU bagi para pihak dapat disamakan dengan undang-undang yang memiliki kekuatan mengikat dan memaksa. Tentu saja pengikat tersebut hanya sebatas pada hal-hal pokok yang termuat dalam MoU itu.

Jadi kesimpulannya adalah MoU belum melahirkan suatu hubungan hukum karena baru merupakan persetujuan prinsip yang dituangkan secara tertulis. MoU yang dituangkan secara tertulis baru menciptakan suatu awal yang menjadi dasar penyusunan dalam melakukan hubungan hukum/perjanjian. Sehingga sangat disarankan setelah MoU ditandatangani dan disepakati bersama, maka Anda juga perlu membuat perjanjian atau kontrak kerja sama.

Bagi Anda yang masih bingung dalam membedakan MoU dan perjanjian dan kurang memahami cara membuat perjanjian yang sesuai dengan hukum berlaku, berimbang, dan sesuai dengan tujuan bersama, maka Anda bisa memanfaatkan layanan hukum dari Libera. Dengan Libera, Anda bisa melakukan konsultasi hukum bisnis dan membuat perjanjian bisnis yang sesuai dengan hukum berlaku. Dengan begitu Anda bisa terhindar dari masalah dan risiko bisnis di kemudian hari. Jadi tunggu apalagi? Yuk manfaatkan Libera sekarang dan buat bisnis Anda lebih berkembang.

Mengenal Klausul Force Mejeure dalam Perjanjian Kerjasama

Dalam sebuah perjanjian, pasti Anda pernah melihat istilah force majeure. force majeure sendiri merujuk pada suatu kejadian atau risiko yang tidak bisa dikendalikan dan diantisipasi. Klausul ini memberikan penangguhan sementara pada para pihak dalam melaksanakan kewajibannya berdasarkan perjanjian kerjasama tersebut. Read more