Mau Menggunakan Virtual Office? Cek Dulu, Apakah Jenis Usaha Anda Diperbolehkan atau Dilarang!
Saat ini banyak perusahaan yang mulai memanfaatkan dan menggunakan virtual office. Di mana, virtual office ini bisa jadi salah satu solusi bagi pebisnis yang baru mulai merintis bisnisnya dan belum memiliki modal yang cukup untuk menyewa kantor.
Bukan hanya biayanya saja yang terjangkau, namun virtual office juga menawarkan banyak fasilitas. Mulai dari fleksibilitas pelaksanaan kegiatan usaha, memperoleh alamat bisnis, hingga menghemat biaya perlengkapan dan operasional kantor.
Namun, ternyata tidak semua bisnis bisa menggunakan virtual office. Hal ini karena terdapat beberapa jenis usaha yang mensyaratkan alamat operasional kantor secara fisik sehingga tidak dapat didirikan hanya dengan virtual office. Lalu, apa saja jenis usaha yang tidak boleh menggunakan virtual office?
Jasa Konstruksi
Salah satu alasan kenapa jenis usaha ini tidak bisa didirikan dengan virtual office adalah perlunya dokumen perizinan khusus seperti Pengajuan Izin Gangguan dan Pengusaha Kena Pajak. Selain itu, jenis usaha ini juga minimal harus memiliki TDUP atau (Tanda Daftar Usaha Pariwisata) sebagai izin usaha konstruksi kecil atau perorangan.
Tidak hanya itu, berdasarkan Pasal 52 angka 7 UU Cipta Kerja juga menjelaskan bahwa jasa konstruksi perlu memiliki kemampuan modal yang besar untuk memenuhi penyediaan peralatan konstruksi sebagai alat untuk mengerjakan proyek. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa bidang usaha ini membutuhkan tempat yang besar sebagai lokasi penyimpanan alat berat tersebut.
Pariwisata
Sama dengan usaha jasa konstruksi, usaha di sektor ini juga mensyaratkan izin khusus yaitu Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP). Di mana, berdasarkan Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 10 Tahun 2018 telah dijelaskan bahwa lokasi usaha menjadi syarat utama untuk penerbitan TDUP.
Untuk mengutusnya, maka Anda wajib memenuhi komitmen izin lokasi, izin gangguan, dan memiliki bukti kepemilikan lokasi usaha. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) sebagai pihak yang berwenang mengeluarkan TDUP akan melakukan pengecekan langsung ke lokasi usaha yang telah Anda daftarkan tersebut.
Jenis usaha yang masuk ke dalam sektor pariwisata pun bermacam-macam, mulai dari usaha jasa perjalanan wisata, transportasi wisata, kawasan pariwisata, penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi, restoran, dan lain sebagainya.
Properti
Usaha properti pasti membutuhkan tempat untuk menjalankan bisnisnya. Hal ini karena, aktivitas jual beli properti seperti rumah, apartemen, real estate, penyewaan gedung, dan sebagainya perlu memamerkan produk yang akan dijual atau disewa. Dengan adanya lokasi yang nyata, maka konsumen bisa dengan mudah melihat langsung properti yang akan dijual.
E-Commerce
Bisnis e-commerce saat ini terus berkembang dan mampu meningkatkan perekonomian digital di Indonesia. Hal ini terlihat dari banyaknya minat para pengusaha untuk melakukan bisnis online melalui beberapa e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, Bukalapak, dan lain-lain. Selain pengusaha, minat belanja online pun terus meningkat, terutama di masa pandemi seperti saat ini. Dengan belanja online, konsumen bisa menghemat waktu dan biaya karena tidak perlu menyisihkan uang dan waktunya untuk datang ke toko.
Meski memiliki minat pasar yang besar, pengusaha yang bergerak di bidang usaha ini tidak diperbolehkan menggunakan virtual office. Larangan ini dilakukan pemerintah sebagai upaya perlindungan konsumen untuk mencegah kasus penipuan online yang sering dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Selain itu, berdasarkan Pasal 27 PP No. 80 tahun 2019, pelaku usaha yang bergerak dibidang perdagangan melalui sistem elektronik juga wajib memiliki layanan pengaduan konsumen yang mencangkup alamat dan nomor kontak pengaduan. Hal ini menjadi syarat dari pemerintah sebagai bentuk perlindungan konsumen.
Transportasi
Jenis usaha ini juga wajib memiliki lokasi perusahaan yang jelas dan nyata. Hal ini karena jenis usaha ini berkaitan dengan kegiatan penerimaan dan pengiriman transportasi yang dibeli konsumen, serta penyimpanan transportasi yang akan dijual. Hal inilah yang membuat jenis usaha ini harus memiliki lokasi yang nyata serta luas dan virtual office bukanlah pilihan yang bisa dipilih untuk menjalankan kegiatan usaha transportasi.
Event Organizer
Perusahaan yang bergerak di bidang Event-Organizing memiliki tanggung jawab besar untuk menyelenggarakan suatu acara. Selain itu, penyelenggaraan acara juga akan berkaitan dengan banyak pihak seperti pengisi acara, susunan kegiatan, transportasi, konsumsi, dan sebagainya. Hal inilah yang membuat bidang usaha ini membutuhkan lokasi kantor yang jelas dan nyata untuk memonitor proses penyelenggaraan acara yang dirancang Event Organizer.
Usaha dengan Pemasukan Besar
Tidak hanya beberapa jenis usaha di atas saja yang dilarang menggunakan virtual office. Namun, usaha dengan modal yang besar dan telah mendapatkan penghasilan kotor di atas Rp4,8 miliar per tahun juga wajib memiliki lokasi usaha yang nyata dan jelas.
Selain itu, berdasarkan UU PPh, perusahaan yang mendapatkan penghasilan lebih dari Rp4,8 miliar per tahun juga wajib dikukuhkan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak) dan perusahaan harus melewati proses verifikasi serta peninjauan lokasi oleh Dirjen Pajak. Oleh karena itu, usaha ini tidak diperbolehkan menggunakan virtual office untuk menjalankan usahanya.
Itulah beberapa jenis usaha yang tidak boleh menggunakan virtual office. Nah, apakah perusahaan Anda termasuk salah satu jenis usaha di atas? Jika iya, maka hindari untuk menggunakan virtual office agar tidak terkena masalah hukum di kemudian hari.
Selain itu, bagi Anda yang masih bingung mengurus masalah perizinan usaha, maka Anda bisa memanfaatkan layanan pengurusan perizinan dan legalitas bisnis di LIBERA.id. Dengan LIBERA.id, Anda tidak perlu repot menghabiskan waktu untuk mengurus perizinan, karena tim profesional dari LIBERA akan membantu Anda mengurus segala macam perizinan dan legalitas bisnis!
Related Posts
Pentingnya Bukti Transaksi dan Kontrak Elektronik pada Bisnis e-commerce
Seperti yang sudah sama-sama kita ketahui, dalam menjalankan bisnis online, pembeli dan penjual tidak melakukan transaksi secara langsung, melainkan hanya melakukan transaksi online lewat media sosial maupun ecommerce. Sama halnya dengan transaksi jual beli pada umumnya, transaksi online juga membutuhkan bukti ataupun perjanjian jual beli. Bedanya, perjanjian ini tidak dilakukan secara fisik maupun bertatap muka secara langsung. Read more
Tata Cara Menyusun Peraturan Perusahaan dengan Tepat
Setiap perusahaan pasti memiliki aturannya sendiri. Peraturan perusahaan ini dibuat dengan alasan sendiri, tentunya untuk mendisiplinkan karyawan hingga membantu mencapai target perusahaan. Oleh karena itu, peraturan perusahaan tidak bisa dibuat dengan sembarangan. Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan agar aturan ini bisa mencapai target perusahaan dan sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Agar Anda bisa membuat aturan dengan tepat, berikut beberapa cara menyusun peraturan dengan yang bisa Anda lakukan.
Dasar Hukum Peraturan Perusahaan
Menurut Pasal 1 angka 20, UU Ketenagakerjaan Tahun 2003, peraturan perusahaan adalah peraturan yang ditulis oleh pengusaha yang didalamnya berisi syarat kerja dan juga tata tertib perusahaan.
Peraturan ini wajib dibuat ketika perusahaan telah memiliki lebih dari 10 karyawan dan mulai berlaku secara sah sejak disahkan oleh Menteri Ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk. Namun, hal ini tidak berlaku untuk perusahaan yang sudah membuat surat perjanjian kerja bersama. Peraturan dapat digunakan secara sah ketika sudah lebih dari 30 hari sejak diberikannya pengesahan.
Kapan Peraturan Perusahaan Perlu Dibuat?
Berdasarkan Pasal 2 Ayat 1 Permenaker 28/2014, aturan perusahaan wajib dibuat setelah perusahaan memiliki jumlah karyawan setidaknya 10 orang. Selain itu, pembuatan atuuran perusahaan dibuat sebagai pedoman kerja setiap pihak yang terlibat dalam perusahaan untuk menciptakan lingkungan kerja yang harmonis.
Tata Cara Membuat Peraturan Perusahaan
Perlu diketahui bahwa membuat aturan perusahaan tidak bisa dilakukan dengan sembarangan. Ada beberapa cara yang bisa Anda lakukan ketika membuat aturan tersebut. Di bawah ini adalah beberapa tata cara pembuatan aturan perusahaan yang perlu diperhatikan.
1. Mempelajari UU ketenagakerjaan yang berlaku
Peraturan perusahaan tidak bisa asal dibuat, melainkan perlu disusun sesuai Undang-Undang, khususnya UU Ketenagakerjaan. Untuk mempelajari UU tersebut, perusahaan bisa membentuk tim khusus yang berisi orang-orang yang paham mengenai UU ketenagakerjaan. Nantinya, tim tersebut akan mempelajari seperti apa UU Ketenagakerjaan yang berlaku, kemudian mengimplementasikannya ke dalam aturan perusahaan yang akan dibuat.
2. Melakukan pengkajian terhadap peraturan perusahaan sebelumnya
Jika sebelumnya perusahaan pernah membuat aturan, maka sebelum membuat aturan baru, Anda perlu mengkaji ulang aturan yang sudah berlaku. Sebab, bisa jadi di dalam aturan lama terdapat beberapa poin peraturan yang dapat diterapkan kembali di aturan yang baru.
Salah satu hal yang perlu dikaji dalam aturan yang sudah ada adalah efektivitas penerapan aturan tersebut. Kajilah sejauh mana aturan tersebut dijalankan di masa lalu, apakah efektif atau sebaliknya. Pelajarilah faktor-faktor kenapa aturan tersebut bisa efektif atau tidak saat dijalankan. Hasil kajian tersebut itulah yang dapat menjadi bahan pertimbangan saat membuat peraturan baru nanti.
3. Memperkirakan konsekuensi peraturan
Setiap aturan pasti mengandung konsekuensi di dalamnya, termasuk peraturan perusahaan. Oleh karena itu, sebelum membuat peraturan, cobalah perkirakan apa saja konsekuensinya jika aturan tersebut diterapkan, baik konsekuensi positif maupun negatif.
Jika konsekuensi yang muncul adalah positif, maka aturan tersebut bisa diimplementasikan. Sebaliknya, jika konsekuensi negatif diperkirakan banyak bermunculan, maka cobalah rombak kembali peraturan tersebut agar tidak menimbulkan konsekuensi negatif.
4. Memahami hak dan kewajiban karyawan & perusahaan
Peraturan perusahaan harus berisi tentang hak dan kewajiban karyawan dan perusahaan itu sendiri. Hak dan kewajiban kedua belah pihak harus dipahami oleh kedua pihak tersebut untuk mengurangi konflik, baik saat peraturan perusahaan dibuat atau saat peraturan perusahaan sedang diterapkan.
5. Menentukan masa berlakunya peraturan perusahaan
Masa berlaku peraturan perusahaan perlu ditentukan agar perusahaan tahu sampai kapan peraturan tersebut diberlakukan, serta kapan waktunya harus diperbarui. Idealnya, aturan ini harus dijalankan selama 2 tahun atau lebih, tergantung kebijakan perusahaan.
Setelah masa berlaku habis, maka perusahaan perlu melakukan pembaruan peraturan dengan melibatkan serikat pekerja. Hal ini dilakukan agar peraturan yang telah diperbarui sesuai dengan hak dan kesanggupan karyawan. Pastikan juga, peraturan ini perlu diketahui Departemen Ketenagakerjaan.
Baca Juga: Peraturan e-Commerce Disahkan, Apa Anda Termasuk Pihak yang Wajib Mengikuti Peraturan Ini?
6. Memperhatikan redaksional yang digunakan
Ada sejumlah aspek redaksional yang perlu diperhatikan ketika menulis aturan seperti pemilihan kata/kalimat, serta bahasa. Pastikan, kata/kalimat yang digunakan dalam aturan perusahaan dapat dipahami oleh perusahaan maupun karyawan.
Hindari juga bahasa ambigu atau terlalu banyak majas untuk menghindari makna ganda sekaligus salah tafsir dari tiap elemen perusahaan. Karena aturan perusahaan bersifat baku, maka hindarilah penggunaan bahasa gaul atau nonformal, dan gunakan bahasa Indonesia baku sesuai kaidah bahasa yang berlaku.
7. Menyusun draft peraturan
Draft aturan perusahaan yang dibuat harus berisi poin penting mengenai aturan yang berlaku. Jika sudah selesai, cobalah berikan draft tersebut ke perwakilan karyawan atau serikat pekerja untuk dipelajari.
Setelah itu, berikan mereka kesempatan untuk memberi saran terkait draft tersebut. Di mana, saran tersebut perlu disampaikan ke perusahaan maksimal 14 hari setelah draft diserahkan kepada perwakilan perusahaan.
8. Menyerahkan draft ke menteri ketenagakerjaan untuk disetujui
Jika saran tersebut telah diberikan perwakilan perusahaan, maka cobalah perbaiki draft tersebut sesuai saran dari karyawan. Dengan begitu, draft aturan bisa sesuai saran karyawan. Jika sudah diperbarui, serahkan draft tersebut ke Menteri Ketenagakerjaan untuk disetujui.
Jika sampai 14 hari perwakilan karyawan tidak memberi saran, maka perusahaan bisa menyerahkan draft peraturan tersebut ke Dinas Ketenagakerjaan dan sertakan keterangan yang menjelaskan bahwa pihak karyawan atau serikat pekerja tidak kunjung memberi saran untuk draft tersebut.
Syarat yang Perlu Dipenuhi Saat Menyerahkan Draft Peraturan Perusahaan
Sebelum memberikan draft aturan perusahaan ke Menteri Ketenagakerjaan, ada sejumlah syarat yang perlu dipenuhi yaitu:
- Draft aturan perusahaan diserahkan rangkap 3 dan telah ditandatangani pimpinan perusahaan.
- Menyerahkan bukti bahwa penyusunan draft tersebut telah meminta saran kepada pihak karyawan atau serikat kerja, terlepas dari mereka memberi saran atau tidak.
- Menyertakan permohonan tertulis yang berisi keterangan seputar perusahaan.
Draft yang telah diserahkan dengan syarat tersebut akan dipelajari pihak kementerian terkait. Jika draft disetujui, maka pihak Kementerian akan menerbitkan Surat Keputusan selambat-lambatnya 30 hari setelah draft dikirim.
Jika belum memenuhi kriteria, kementerian akan mengembalikan draft tersebut seminggu setelah draft dikirim. Biasanya, draft yang ditolak akan berisi catatan mengenai bagian mana saja yang perlu direvisi.
Itulah beberapa hal mengenai aturan perusahaan dan tata cara penyusunan aturan perusahaan. Bagi Anda yang masih kesulitan dalam membuat peraturan perusahaan, Anda dapat melakukan konsultasi dengan tim hukum bisnis profesional dari LIBERA.id.
Selain melakukan konsultasi hukum bisnis, LIBERA.id juga membantu Anda menyusun peraturan sesuai aturan UU Ketenagakerjaan terbaru dan UU lain yang terkait dengan bisnis. Jadi tunggu apalagi? Manfaatkan layanan hukum bisnis tepercaya dari LIBERA.id.
Categories
Recent Posts
- Mengenal Klausul Force Mejeure dalam Perjanjian Kerjasama
- Ketahui Prosedur Perubahan Akta Perusahaan & Waktu Pengerjaannya!
- WNA Bisa Mulai Bisnis & Investasi Lewat Pendirian PT PMA, Gimana Caranya?
- Berencana Menjalankan Kemitraan Bisnis? Pahami Manfaat & Perjanjian Kerjasamanya
- Pentingnya Perjanjian Kerja Sama Kemitraan dalam Mencegah Konflik & Risiko Bisnis