BisnisKontrak

Cara Tepat Membuat Surat Perjanjian Bisnis yang Baik dan Benar

Kerja sama merupakan salah satu kunci kesuksesan dalam menjalankan kegiatan bisnis. Di mana dengan adanya kerja sama, Anda dapat lebih mudah mencapai tujuan bisnis dan membuat Anda bertahan meski banyaknya persaingan bisnis. Bentuk kerja sama dalam bisnis pun cukup banyak, misalnya kerja sama tim dalam perusahaan, kerja sama dengan vendor atau supplier, kerja sama dengan investor, dan masih banyak lagi.

Dalam kegiatan bisnis, pasti Anda juga berharap jika kerja sama tersebut terjalin dengan aman dan berjalan sesuai dengan harapan. Berbagai cara dilakukan pengusaha untuk mendapatkan kerja sama yang aman, mulai dari manajemen risiko hingga membuat surat perjanjian atau kontrak. Bagaimana bisa kontrak atau perjanjian membuat bisnis lebih aman?

Banyak yang beranggapan bahwa perjanjian justru membuat kerja sama semakin ribet dan tidak fleksibel. Padahal, menuliskan poin penting di dalam surat perjanjian atau kontrak berarti Anda telah melakukan upaya preventif untuk menghindari risiko yang mungkin terjadi di kemudian hari. Namun apakah Anda yakin, surat kontrak yang selama ini dibuat telah cukup baik dan benar? Berikut ini Libera akan menjabarkan dengan jelas mengenai cara membuat surat perjanjian atau kontrak yang baik dan benar sesuai aturan yang berlaku dengan tetap memerhatikan aspek-aspek bisnis.

 

Baca Juga: Perjanjian yang Dapat Melindungi Kegiatan Bisnis Anda

 

Jabarkan Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama dengan Jelas

Ketika membuat surat perjanjian, kebanyakan orang akan lebih fokus terhadap jumlah uang atau objek barang. Kedua hal tersebut pasti akan dituliskan secara rinci. Namun, kebanyakan orang melupakan penjabaran mengenai tata cara pelaksanaan kerja sama itu sendiri. Misalnya, perjanjian jual beli, banyak orang yang melupakan penjabaran tata cara pelaksanaan jual beli seperti waktu pembayaran, prosedur pengiriman, garansi dari sebuah barang dan hal-hal lainnya. Padahal masalah tata cara inilah yang sering menjadi kesalahpahaman dalam pelaksanaan jual beli.

Salah satu masalahnya adalah tidak ada aturan rinci mengenai konsekuensi apabila salah satu pihak terlambat atau tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik. Misalnya ketika penjual wajib mengirimkan barang yang dibeli oleh pembeli dalam waktu 3 hari dan mengirimkan barang dalam keadaan yang telah disepakati. Namun, pada kenyataannya barang yang diterima oleh pembeli mengalami kerusakan dan tidak sesuai dengan keadaan yang disepakati. Dalam hal ini, perlu dijelaskan dalam perjanjian jual beli mengenai tanggung jawab dari penjual apabila tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik. Jika hal ini tidak diatur sejak awal, maka kemungkinannya penjual berkilah dan tidak bersedia untuk memberikan ganti rugi kepada pembeli.

Contoh lainnya adalah keterlambatan pembayaran yang dilakukan oleh salah satu pihak. Dalam hal ini, perlu ditentukan mengenai konsekuensi dari keterlambatan pembayaran, misalnya diberikan surat peringatan terlebih dahulu dalam jangka waktu tertentu dan kemudian pihak yang melakukan pelanggaran diwajibkan untuk membayar denda yang dihitung per hari sesuai dengan waktu keterlambatannya.

Selain itu, harga dan kuantitas barang adalah hal utama yang pasti dituliskan di surat perjanjian, oleh karena itu jangan lupa untuk mengecek hal ini dan lakukan pengulangan. Banyak yang hanya menuliskan satuan angka untuk harga barang, agar lebih aman, tuliskan juga nominal harga atau kuantitas dengan huruf sehingga lebih jelas dan tidak menimbulkan multi-interpretasi.

 

Pastikan Penandatanganan Dilakukan oleh Orang yang Memiliki Wewenang

Hal lain yang cukup sering diabaikan adalah pihak yang menandatangani perjanjian tersebut, apakah orang yang menandatangani perjanjian adalah orang yang memiliki wewenang untuk melakukan penandatanganan tersebut? Jika Anda bekerja sama dan membuat perjanjian dengan perseroan terbatas (PT) terutama PT yang sudah besar, Anda mungkin tidak akan berhadapan langsung dengan Direktur PT melainkan hanya dengan Vice President atau manajer. Jika Anda bekerja sama dengan PT, pastikan bahwa pihak yang menandatangani perjanjian tersebut adalah Direktur. Hal ini diatur dalam Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) bahwa orang yang dapat mewakili perusahaan adalah direktur. Sehingga, apabila yang menandatangani perjanjian bukanlah Direktur melainkan seorang manajer, Anda dapat menanyakan kepada perwakilan PT tersebut apakah manajer telah diberikan kuasa oleh Direktur menandatangani perjanjian atas nama PT.

Konsekuensinya apabila ternyata orang yang menandatangani perjanjian adalah pihak yang tidak berwenang, maka perjanjian tersebut tidak akan mengikat PT melainkan hanya mengikat bagi orang yang menandatangani perjanjian tersebut. Sehingga jika terjadi wanprestasi di kemudian hari, Anda tidak dapat meminta ganti rugi kepada PT melainkan kepada orang yang menandatangani perjanjian tersebut.

Sering juga ditemukan surat perjanjian jual beli yang ditandatangani oleh makelar, bukan pemilik barang asli. Walaupun begitu penandatanganan bisa dikuasakan melalui surat kuasa. Untuk itu dalam membuat surat perjanjian, selalu pastikan orang yang menandatangani perjanjian adalah orang yang memiliki wewenang. Jika memungkinkan, Anda dapat melihat anggaran dasar perusahaan tersebut atau meminta surat kuasa apabila penandatanganan dikuasakan.

 

Baca Juga: Surat Perjanjian Tanpa Meterai, Bagaimana Keabsahannya?

 

Berikan Batasan Tanggung Jawab Terhadap Masing-Masing Pihak

Setiap perbuatan yang dilakukan pasti memerlukan tanggung jawab, misalnya dalam kegiatan jual beli, seorang penjual bertanggung jawab memberikan barang yang dijual dan harus sesuai dengan spesifikasi. Namun, tanggung jawab seperti itu sangatlah luas, dan harus dibatasi agar tidak terjadi perdebatan tentang siapa yang bertanggung jawab bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Hal ini juga dapat meminimalisir risiko bisnis atau bahkan mengalihkan risiko bisnis ke pihak lain.

Pada dasarnya pembatasan tanggung jawab dapat dibagi ke dalam beberapa hal. Pertama adalah pembatasan dikarenakan faktor eksternal seperti gempa, tsunami, dan sebagainya yang berada di luar kendali dari masing-masing pihak. Dalam perjanjian, hal ini dikenal dengan istilah force majeure atau keadaan kahar di mana salah satu pihak yang terkena dampak dari keadaan kahar tidak perlu bertanggung jawab atas kerugian yang diterima pihak lainnya karena pihak yang terkena dampak dari keadaan kahar tidak dapat melaksanakan kewajibannya.

Kedua, ada juga pembatasan karena kesalahan pihak lainnya, contohnya dalam perjanjian sewa rumah. Dalam kasus ini bisa saja rumah tersebut digunakan oleh penyewa untuk melakukan kegiatan melanggar hukum seperti pabrik narkoba. Oleh karena itu, di dalam perjanjian sewa menyewa perlu diberikan batasan tanggung jawab apabila selama masa sewa ternyata pihak penyewa melanggar hukum, pihak yang menyewakan tidak akan bertanggung jawab atas pelanggaran hukum tersebut. Selain dua hal umum di atas, masih ada contoh lainnya mengenai batasan tanggung jawab yang dapat diatur, namun hal ini sangat bergantung pada jenis kerja sama yang dijalankan. Jadi, sebelum membuat perjanjian, pastikan Anda telah menjabarkan batasan tanggung jawab terhadap masing-masing pihak untuk melindungi Anda dari kejadian di luar kendali Anda dan memberikan proteksi agar Anda tidak dimintakan ganti kerugian atas kejadian tersebut.

 

Pastikan Perjanjian Telah Sesuai dengan Hukum yang Berlaku

Hal ini merupakan hal yang sangat penting, karena jika Anda membuat surat perjanjian yang tidak sesuai atau melanggar hukum, perjanjian tersebut akan dianggap batal demi hukum dan tidak dapat dilaksanakan. Apalagi jika di kemudian hari terjadi sengketa, Anda juga tidak dapat membawa masalah tersebut ke pengadilan karena pada dasarnya perjanjian tersebut sudah dianggap tidak sah sehingga tidak dapat dilaksanakan. Bukan hanya itu, jika ditemukan tindak pidana dari perjanjian kerja sama yang Anda buat, Anda juga dapat dihukum secara pidana dan dikenakan sanksi baik hukuman penjara maupun denda, tergantung dari jenis tindak pidana yang dilakukan. Untuk itu, pastikan Anda telah membaca ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku, Anda juga bisa menanyakan masalah ini langsung kepada ahli atau praktisi hukum.

 

Baca Juga: Syarat Sah Perjanjian yang Harus Anda Penuhi

 

Jika Anda ragu mengenai surat perjanjian yang telah dibuat, Anda dapat menanyakannya langsung melalui Libera.id. Di Libera.id, Anda dapat melakukan konsultasi hukum secara gratis dengan konsultan dan praktisi hukum profesional. Selain itu, Anda juga dapat membuat surat perjanjian yang baik dan benar di Libera.id. Sehingga, kemungkinan terjadinya perselisihan dan sengketa dalam bisnis dapat diminimalisir. Jadi tunggu apalagi? Konsultasikan masalah Anda sekarang juga dan percayakan pembuatan kontrak dan perjanjian bisnis Anda di Libera.id.

Related Posts

Aturan HET Diterapkan untuk Melindungi Hak Konsumen, Apa Sanksi Melanggar HET?

Pada awal Februari 2022 lalu, pemerintah lewat Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi telah memberlakukan Harga Eceran Tertinggi (HET) bagi minyak goreng curah hingga minyak goreng kemasan. Di mana, HET minyak goreng curah dipatok Rp11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500 per liter,  dan minyak goreng kemasan premium Rp14.000 per liter. Namun, aturan ini sudah tidak lagi diberlakukan dan resmi dicabut per 16 Maret 2022. Hal ini karena harga minyak dunia yang terus meningkat, sehingga banyak perusahaan yang melanggar HET. Tapi adakah sanksi melanggar HET?
Read more