Perizinan

Pentingnya Memiliki Sertifikasi Halal & Syarat Pengajuannya

Indonesia menjadi negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia. Menurut data dari worldpopulationreview.com, jumlah umat muslim di Indonesia sebesar 231.000.000 penduduk atau sebesar 86.7%. Hal inilah yang melatarbelakangi kebutuhan akan jaminan halal di Indonesia.

Jaminan halal di Indonesia sendiri sangat bervariasi objeknya mulai dari makanan, kosmetik, obat-obatan, hingga layanan jasa. Tidak jarang masalah jaminan kehalalan ini menjadi polemik di masyarakat. Salah satu contohnya kehalalan vaksin rubella yang terjadi beberapa waktu lalu.

Untuk mengatasi masalah ini, Pemerintah dan DPR mengesahkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Di mana, dalam UU JPH ini, Pemerintah mewajibkan pelaku usaha memiliki atau mendaftarkan produknya untuk mendapatkan sertifikasi halal.

Manfaat Mendapatkan Sertifikasi Halal bagi Konsumen

Memiliki sertifikasi halal tidak hanya memberikan keuntungan bagi perusahaan, namun juga bisa memberikan manfaat bagi konsumen. Apa saja manfaatnya?

1. Memberikan Ketenangan bagi Konsumen

Ketika Anda menjadi konsumen, pasti Anda akan sangat berhati-hati ketika ingin membeli berbagai kebutuhan. Anda akan mencari tahu terlebih dulu, apakah barang tersebut aman untuk digunakan? Apakah barang tersebut bukan barang yang terlarang? Apakah barang tersebut tidak berbahaya?, dan sebagainya.

Dengan segala pertanyaan yang selalu Anda tanyakan tersebutlah, sertifikasi halal bisa menjadi jaminan yang menjawab segala kekhawatiran Anda dalam membeli barang hilang. Dengan adanya sertifikasi halal, Anda bisa memastikan bahwa barang yang Anda beli ternyata aman digunakan, bak itu makanan, kosmetik, obat-obatan hingga peralatan rumah tangga. Hal ini karena, seluruh produk yang telah memiliki label sertifikat, maka mereka  telah berhasil memenuhi berbagai standar yang didesain untuk memberikan perlindungan konsumen.

2. Jaminan Atas Produk

Sertifikasi halal juga bisa menjadi jawaban atas pertanyaan akan jaminan keamanan dan kepantasan produk yang diajukan stakeholder seperti konsumen, pengusaha, dan pemerintah. Di mana, seluruh kepentingan dari berbagai pihak akan terjawab melalui label sertifikasi halal tersebut.

Sertifikasi halal akan diproses secara profesional dan seksama, sehingga sering dikatakan sebagai jaminan paripurna. Hal ini karena ada banyak persyaratan yang tidak mudah untuk mendapatkan, sertifikasi halal tersebut. Untuk mendapatkannya, pelaku usaha diwajibkan telah mengantongi beberapa sertifikasi lain seperti izin P-IRT dan izin BPOM. Oleh karena itu, label sertifikat halal ini bisa dikatakan sebagai jaminan atas jaminan-jaminan yang ditawarkan sertifikasi atau standar lainnya.

3. Bernilai Ibadah

Sertifikasi halal sendiri identik dengan umat muslim yang membutuhkan jaminan atas kehalalan suatu produk. Sehingga, pada akhirnya sertifikasi ini bisa menjadi bagian dari  bentuk ibadah yang dilakukan pihak konsumen, khususnya konsumen beragama muslim. Di mana, bagi umat muslim, mengikuti standar kehalalan adalah kewajiban dan melakukan dan mentaati sertifikasi halal, sama dengan menaati perintah Allah dan Rasul-Nya. Selain itu, dengan adanya sertifikasi halal inilah umat muslim memiliki jaminan kebaikan yang diberikan Allah di dunia seperti kesehatan dan keamanan penggunaan produk halal.  

​​Syarat untuk Mendapatkan Sertifikat Halal

MUI atau Majelis Ulama Indonesia sebagai lembaga yang mengeluarkan sertifikasi Halal telah memberikan persyaratan untuk mendapatkan sertifikasi halal atas suatu produk. Di bawah ini adalah beberapa persyaratan untuk memperoleh sertifikasi halal yang prosesnya akan dilakukan oleh LPPOM MUI.

1. Memiliki Tim Manajemen Halal di Perusahaan

Ketika ingin mengajukan sertifikasi halal, Anda terlebih dulu harus memiliki dan membentuk  tim manajemen halal yang ditunjuk oleh manajemen tertinggi di perusahaan, termasuk mereka yang terlibat dalam aktivitas produksi dan memiliki wewenang.

2. Melakukan Pelatihan & Edukasi dalam Perusahaan

Sebelum mengajukan sertifikasi halal, perusahaan juga harus membuat prosedur tertulis mengenai pelaksanaan pelatihan terkait produk halal. Pelatihan ini dibagi menjadi 2 (dua) yaitu pelatihan eksternal dan internal. Di mana, pelatihan internal dilakukan per 1 tahun dan eksternal minimal 2 tahun sekali.

3. Bahan Baku Harus Memenuhi Syarat

Suatu produk dinyatakan halal apabila bahan baku dan proses pembuatannya dilakukan dengan halal. Misalnya, ketika menjual produk ayam potong, maka ayam tersebut disembelih sesuai syariat islam. Atau tidak menjual produk dengan bahan baku non-halal seperti mengandung alkohol, babi, dan sebagainya.

Oleh karena itu, pembuatan produk dengan bahan yang haram atau najis dianggap tidak memenuhi syarat. Untuk membuktikan kehalalannya, perusahaan juga perlu menyertakan dokumen pendukung mengenai kehalalan bahan baku.

4. Produk Akhir Tidak Berkarakteristik Non-Halal

Tidak hanya bahan baku saja yang perlu diperhatikan, produk yang dihasilkan pun tidak boleh memiliki rasa atau aroma yang menyerupai produk haram atau produk yang tidak sesuai fatwa MUI. Nama yang digunakan sebagai merek juga tidak boleh berkonotasi atau mengarah ke produk yang tidak sesuai syariat Islam.

5. Fasilitas Produksi

Fasilitas produksi juga menjadi perhatian khusus dalam prosedur sertifikasi halal. Misalnya, untuk industri pengolahan, maka perusahaan perlu memastikan bahwa tidak adanya kontaminasi najis atau bahan haram ke dalam olahan produk tersebut. Selain itu, alat produksi yang digunakan untuk mengolah produk halal, tidak boleh digunakan bersamaan dengan produk lain yang tidak halal.

Sedangkan, untuk pemilik restoran atau produk makanan yang menggunakan dapur sebagai tempat produksi, pemilik usaha perlu  memastikan kehalalan fasilitas produksi. Hal ini mencakup peralatan yang digunakan untuk memasak atau alat-alat yang digunakan untuk menyajikan makanan yang tidak boleh dicampur dengan produk lain yang haram.

6. Melaksanakan Audit Internal

Selain itu, sebelum mendaftarkan untuk proses sertifikasi halal, perusahaan juga perlu memiliki prosedur tertulis tentang adanya Sertifikat Jaminan Halal atau SJH lewat pelaksanaan audit internal. Pemeriksaan ini dilakukan minimal 6 bulan sekali yan dilaksanakan langsung oleh auditor halal internal dengan kompetensi di bidangnya. Kemudian, hasil temuan dalam proses audit harus dilaporkan ke LPPOM MUI setiap 6 bulan.

Setelah melengkapi beberapa persyaratan di atas, perusahaan bisa mulai mendaftarkan proses sertifikasi halal ke LPPOM MUI. Bagi Anda yang ingin mengajukan sertifikasi halal untuk memberikan jaminan kepada seluruh konsumen, namun masih bingung dengan prosedurnya, Anda bisa konsultasikan langsung ke tim LIBERA.id.

LIBERA.id merupakan startup hukum yang dapat membantu Anda dalam menangani berbagai masalah hukum perusahaan sekaligus membantu perusahaan mendapatkan izin dan legalitas bisnis.

Related Posts

Perbedaan Akuisisi Vs Merger, Mana yang Terbaik Bagi Bisnis?

Bagi Anda yang sudah terjun di dunia bisnis pasti sudah tidak asing lagi bukan dengan istilah merger dan akuisisi? Kedua istilah ini merupakan strategi bisnis yang digunakan untuk meningkatkan kapabilitas dan daya saing bisnis. Meski sudah tidak asing lagi di telinga, ternyata masih banyak orang yang menganggap kedua istilah ini adalah hal yang sama. Padahal, akuisisi dan merger adalah kedua hal yang berbeda. Lalu apa sebenarnya perbedaan akuisisi vs merger?

Read more

Sudahkah Anda Mengantongi Izin PIRT? Begini Cara Mengurusnya!

Bagi pelaku UMKM, khususnya yang bergerak diproduksi pangan, baik makanan atau minuman, tentu perlu memiliki izin produksi Pangan Industri Rumah Tangga atau izin PIRT. Dengan adanya PIRT, maka usaha Anda telah menjaminkan bahwa produk yang dipasarkan telah memenuhi standar keamanan resmi dari pemerintah. Dengan begitu, konsumen bisa menjadi lebih aman saat membeli dan mengonsumsi produk tersebut.

Hal ini telah diatur dalam Pasal 60 angka 5 UU Cipta Kerja bahwa makanan dan minuman yang dipergunakan masyarakat harus didasarkan pada standar dan/atau persyaratan kesehatan. Menurut aturan yang berlaku, standar yang dimaksud di sini antara lain terkait dengan pemberian tanda atau label yang berisi:

  1. nama produk;
  2. daftar bahan yang digunakan;
  3. berat bersih atau isi bersih;
  4. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukan makanan dan minuman ke dalam wilayah Indonesia; dan
  5. tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa.

Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar, persyaratan kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan, maka dilarang untuk diedarkan dan dapat ditarik dari peredaran, atau izin usaha dicabut dan diamankan/disita untuk dimusnahkan sesuai ketentuan undang-undang.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, sebelum menjual suatu produk pangan, baik dan minuman maka ada baiknya untuk mengurus perizinannya terlebih dulu. Dengan begitu, Anda dapat memasarkannya dengan aman dan konsumen pun akan lebih percaya dan tidak khawatir mengonsumsi makanan atau minuman yang Anda pasarkan.

Lalu bagaimana cara mengurus izin PIRT tersebut? Apa saja persyaratannya dan bagaimana prosedur yang harus dilakukan? Untuk lebih jelasnya, mari simak penjelasan lengkapnya pada artikel berikut ini.

Mengenal Izin Produksi PIRT dan Syarat Memilikinya

Umumnya, izin PIRT akan ditampilkan dalam sebuah label pada kemasan produk yang berupa 15 digit angka yang diberikan berupa sertifikat  produksi pangan industri rumah tangga atau SPP-IRT.

Berdasarkan aturan BPOM, SPP-IRT ini adalah jaminan tertulis bagi pelaku usaha produksi pangan. Sertifikat ini diterbitkan oleh bupati atau walikota melalui Dinas Kesehatan di tiap daerah kepada pelaku usaha produksi pangan yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu.

Syarat Mendapatkan Sertifikat SPP-IRT

Menurut Pasal 35 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan (“PP 86/2019”), penerbitan sertifikat tersebut harus memenuhi persyaratan yaitu:

  1. jenis pangan;
  2. tata cara penilaian; dan
  3. tata cara pemberian izin produksi.

Namun, kewajiban memiliki izin edar dan produksi makanan rumahan ini dikecualikan untuk pangan olahan dengan ciri-ciri berikut ini.

  1. memiliki umur simpan kurang dari 7 hari
  2. digunakan lebih lanjut sebagai bahan baku dan tidak dijual secara langsung kepada konsumen akhir
  3. dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia dalam jumlah terbatas untuk keperluan permohonan surat persetujuan pendaftaran, penelitian, atau konsumsi sendiri.

Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (“SPP-IRT”) ini diterbitkan oleh bupati/wali kota c.q. Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu, dan diberikan kepada industri rumah tangga pangan (“IRTP”) yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. memiliki sertifikat penyuluhan keamanan pangan;
  2. hasil pemeriksaan sarana produksi pangan memenuhi syarat; dan
  3. label pangan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Syarat Mengurus SPP-IRT

Sebelum mengurus SPP-IRT pastikan Anda telah memenuhi syarat administratif di bawah ini, sehingga Anda pun bisa mengurus izin ini dengan lebih mudah dan cepat.

  • Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemilik usaha.
  • Pasfoto 3×4 pemilik usaha.
  • Surat keterangan domisili usaha.
  • Denah lokasi dan denah bangunan usaha.
  • Data produk pangan yang diproduksi.
  • Sampel hasil produk pangan yang diproduksi.
  • Label yang digunakan pada produk yang diproduksi.
  • Surat permohonan izin produksi ke Dinas Kesehatan.
  • Hasil uji laboratorium yang disarankan Dinas Kesehatan.
  • Mengikuti penyuluhan keamanan pangan dari Dinas Kesehatan.
  • Surat keterangan puskesmas atau dokter untuk pemeriksaan kesehatan dan sanitasi produk

Jenis Makanan & Minuman yang Perlu Didaftarkan PIRT

Menurut BPOM, ada sejumlah ketentuan/persyaratan untuk memperoleh SPP-IRT bahwa jenis pangan yang diizinkan untuk diproduksi dalam rangka memperoleh SPP-IRT merupakan pangan yang bukan:

  1. diproses dengan sterilisasi komersial atau pasteurisasi;
  2. olahan hewan yang disimpan dingin/beku; dan
  3. diproses dengan pembekuan (frozen food) yang penyimpanannya memerlukan lemari pembeku;
  4. pangan untuk diet khusus dan pangan keperluan medis khusus seperti MPASI, booster ASI, formula bayi, formula lanjutan, pangan untuk penderita diabetes.

Baca Juga: Pentingnya Izin BPOM Ketika Anda Ingin Menjual Produk Makanan & Obat-Obatan

Para pelaku usaha boleh mendaftarkan produknya ke dalam SPP-IRT jika termasuk ke dalam beberapa produk di bawah ini. 

  1. Hasil olahan daging kering
  2. Hasil olahan perikanan termasuk Moluska, Kerastase dan Echinodermata
  3. Hasil olahan unggas dan telur
  4. Hasil olahan buah, sayur, dan rumput laut
  5. Hasil olahan biji-bijian, kacang-kacangan, dan umbi-umbian
  6. Tepung & hasil olahannya
  7. Minyak
  8. Bumbu dan rempah
  9. Gula, kembang gula, coklat
  10. Kopi & teh kering
  11. Minuman serbuk dan botanikal

Prosedur Pendaftaran Izin PIRT

Setelah usaha yang Anda jalani telah memenuhi beberapa persyaratan di ata, maka saatnya Anda mengurus izin PIRT tersebut. Berikut beberapa prosedur yang perlu Anda jalani ketika ingin mengurus izin PIRT.

  1. Login ke sistem OSS atau datang langsung ke DPMPTSP atau Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
  2. Mengisi kelengkapan data pada sistem OSS untuk mendapatkan NIB
  3. Buat permohonan UMKU untuk SPP-IRT
  4. Klik link pemenuhan komitmen di OSS agar diarahkan langsung ke aplikasi sppirt.pom.go.id untuk pengajuan produk baru
  5. Jika Anda sudah memiliki data NIB dan telah tersimpan di dalam aplikasi SPP-IRT. Jika belum, maka Anda perlu melengkapi data di sppirt.pom.go.id
  6. Input data produk, mengunggah rancangan label, dan pernyataan komitmen yang telah disediakan
  7. Anda akan secara divalidasi otomatis oleh sistem dan No PIRT akan terbuat otomatis dari data yang diinput.
  8. Jika telah selesai, maka SPP-IRT akan diterbitkan dalam waktu 1×24 jam.

Perlu diketahui bahwa SPP-IRT hanya berlaku maksimal 5 tahun, terhitung sejak diterbitkannya SPP-IRT tersebut. Sertifikat ini dapat diperpanjang melalui permohonan SPP-IRT yang dapat diajukan maksimal 6 bulan sebelum masa berlaku berakhir. 

Pengawasan Terhadap Pemenuhan Komitemen Usaha

Setelah SPP-IRT diterbitkan, maka pihak Dinas Kesehatana akan melakukan pengawasan terhadap pemenuhan komitmen oleh pelaku usaha. Di mana, pengawasan ini dilakukan 3 (tiga) bulan sejak SPP-IRT diterbitkan. Jika seluruh aspek belum terpenuhi maka pengusaha diberikan waktu maksimal 3 bulan sejak dikeluarkannya hasil pengawasan dari Pemda Kab/Kota (Cq. Dinas Kesehatan) setempat.

Jika tidak terpenuhi dalam 3 Bulan, maka Anda perlu mengikuti beberapa prosedur lain seperti:

  1. Mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan (baru dapat diberikan setelah Anda mendapatkan nilai post test minimal 60 dalam Penyuluhan Keamanan Pangan atau PKP)
  2. Melakukan Bimtek Penyuluhan Keamanan Pangan oleh tenaga Penyuluh Keamanan Pangan.
  3. Memenuhi persyaratan Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri rumah Tangga (CPPB-IRT) atau higiene, sanitasi, serta dokumentasi.
  4. Hasil pemeriksaan sarana memenuhi level I atau II.
  5. Pendampingan pemenuhan CAPA Hasil Pemeriksaan Sarana.
  6. Memenuhi ketentuan label dan iklan sesuai ketentuan yang berlaku.

Itulah beberapa syarat dan prosedur mengurus Izin PIRT yang perlu dilakukan ketika usaha Anda bergerak di bidang pangan, baik makanan dan minuman. Bagi Anda yang masih kesulitan dalam mengurus perizinan usaha, baik izin PIRT maupun izin lainnya, maka Anda bisa memanfaatkan layanan dari LIBERA.id.

Dengan LIBERA, Anda akan dibantu mengenai pengurusan perizinan hingga urusan masalah hukum bisnis lainnya. Selain itu, Anda juga bisa melakukan konsultasi terlebih dulu secara gratis dengan tim hukum profesional dari LIBERA.id.