Kontrak

Bisakah Dilakukan Pembatalan Perjanjian Kerja Sama? Ini Syarat & Akibatnya!

Dalam menjalankan suatu bisnis, tentu ada saja risiko yang mungkin terjadi di kemudian hari, salah satunya risiko atas pembatalan perjanjian kerja sama. Pada dasarnya, perjanjian kerja sama sendiri dapat dibatalkan secara  sepihak namun harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Pasal 1266 KUHPerdata.

Dalam pasal tersebut telah dijelaskan bahwa perjanjian antar pihak harus memuat klausul tentang perjanjian dapat dibatalkan apabila salah satu pihak/pihak tertentu lalai melakukan kewajibannya sesuai yang telah disebutkan dalam perjanjian. Namun kondisi tersebut tetap harus  meminta penetapan pada pengadilan dan secara nyata ada salah satu pihak yang wanprestasi (ingkar janji).

Selain itu, Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata juga telah menjelaskan bahwa suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Di bawah ini, Libera akan menjabarkan syarat pembatalan perjanjian atau kontrak dan apa saja dampak yang terjadi ketika perjanjian dibatalkan.

Baca Juga: 4 Syarat Sahnya Perjanjian yang Harus Dipenuhi Ketika Membuat Perjanjian Bisnis 

Syarat Pembatalan Perjanjian Menurut KUHPerdata

Pada dasarnya, pembatalan perjanjian dapat dilakukan oleh salah satu pihak yang merasa dirugikan atas klausul yang tertulis dalam perjanjian tersebut. Namun, tidak semua perjanjian bisa dibatalkan begitu saja.  Suatu perjanjian dapat dibatalkan jika memenuhi beberapa persyaratan yang telah diatur oleh perundang-undangan. Berikut beberpa syarat pembatalan perjanjian yang perlu Anda ketahui.

  • Perjanjian yang dibuat melanggar syarat subyektif sahnya perjanjian

Seperti yang telah diatur  dalam  Pasal  1320  ayat  (1)  dan  (2)  KUHPerdata,  sebuah  perjanjian  yang terlahir karena adanya cacat kehendak (wilsgebreke) antara lain karena kekhilafan, paksaan atau penipuan, atau karena ketidakcakapan pihak dalam perjanjian (ombekwaamheid), maka dapat berakibat perjanjian tersebut dapat dibatalkan (vernietigbaar).

  • Perjanjian yang dibuat melanggar syarat obyektif sahnya perjanjian

Dalam Pasal  1320  ayat  (3)  dan  (4) telah disebutkan bahwa,  perjanjian yang dibuat tidak memenuhi syarat objek tertentu atau memiliki klausa yang tidak diperbolehkan seperti bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan, maka perjanjian dibatalkan demi hukum (nietig).

Sesuai ketentuan Pasal 1265 KUHPerdata, syarat batalnya perjanjian adalah syarat yang jika dipenuhi akan menghapuskan ikatan dan membawa  segala  sesuatu pada keadaan semula seolah-olah tidak ada suatu perjanjian.

Syarat pembatalan perjanjian yang harus diperhatikan adalah ketika adanya wanprestasi,  di mana wanprestasi selalu dianggap sebagai syarat batal dalam perjanjian sehingga pihak yang dirugikan dapat menuntut pembatalan perjanjian.

Penuntutan  pembatalan  perjanjian juga tidak bisa dilakukan sembarangan dan harus melalui  pengadilan, sehingga yang  membatalkan  perjanjian  adalah  putusan  hakim sesuai ketentuan Pasal  1266.

Pembatalan  perjanjian  dapat  dilakukan  dengan 2 (dua) cara yaitu dengan cara aktif atau langsung menuntut pembatalan di muka hakim, dan yang kedua dengan  cara  pembelaan atau menunggu sampai digugat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian dan baru mengajukan   alasan mengenai kekurangan perjanjian  tersebut. Di mana, jangka waktu tuntutan pembatalan  perjanjian adalah 5 (lima) tahun.

Baca Juga: Buat Perjanjian Kerja Sama dengan Benar untuk Dapatkan 4 Manfaatnya! 

Akibat Hukum Pembatalan Perjanjian

Ketika perjanjian dibatalkan, maka akan dianggap tidak pernah terjadinya perjanjian tersebut. Akibat pembatalan perjanjian juga dilihat dari dua aspek, yaitu pembatalan perjanjian yang melanggar syarat subyektif dan pembatalan perjanjian yang melanggar syarat obyektif. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa salah satu pihak dapat meminta pembatalan perjanjian, namun perjanjian akan tetap mengikat apabila tidak dibatalkan oleh hakim.

Orang yang berhak melakukan pembatalan perjanjian adalah orang yang juga berhak menuntut pemulihan bahkan berhak untuk menuntut ganti rugi, biasanya adalah salah satu pihak yang merasa dirugikan dari isi perjanjian itu sendiri atau salah satu pihak yang belum menerima haknya dari pihak lain, sedangkan telah memberikan prestasi atau kewajibannya ke pihak lain. Sedangkan pihak lain yang telah terlanjur menerima prestasi dari pihak lain wajib mengembalikannya ke pihak tesebut.

Konsekuensi lanjutan dari pembatalan perjanjian adalah apabila setelah pembatalan salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya untuk mengembalikan apa  yang  telah  didapat, maka pihak yang menuntut pembatalan diperbolehkan mengajukan gugatan untuk mengembalikan keadaan seperti semula sebelum perjanjian terjadi.

Hindari Pembatalan Perjanjian Kerja Sama dengan Klausul yang Jelas & Tidak Merugikan Salah Satu Pihak

Tidak ada satu orang pun yang menginginkan perjanjian yang telah dibuat dan disepakati justru dibatalkan. Oleh karena itu, agar hal ini tidak terjadi maka Anda perlu memastikan bahwa seluruh klausul yang dibuat telah sesuai dengan kesepakatan bersama, dan tidak merugikan salah satu pihak. Selain itu, pastikan juga seluruh klausul dalam perjanjian telah sesuai dengan aturan dan perundang-undangan.

Baca Juga: Cara Tepat Mereview Perjanjian Kerjasama Agar Tidak Merugi di Kemudian Hari

Bagi Anda yang masih khawatir dan bingung dalam membuat perjanjian kerja sama, Anda bisa memanfaatkan layanan hukum profesional dari Libera. Libera dapat membantu Anda membuat perjanjian kerja sama maupun perjanjian lainnya sesuai dengan aturan yang berlaku, sehingga dapat menghindari risiko pembatalan kerja sama sepihak maupun pembatalan karena hukum. Dengan begitu tentu bisnis Anda bisa berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Jadi tunggu apalagi? Konsultasikan masalah hukum bisnis Anda dan buat perjanjian bisnis Anda bersama Libera.

Related Posts

PKWT Vs PKWTT: Perbedaan Surat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu & Tidak Tertentu

Karyawan menjadi salah satu faktor penting yang memengaruhi keberhasilan sebuah bisnis. Tidak heran jika banyak yang menganggap bahwa karyawan merupakan aset bagi perusahaan yang dapat dijadikan competitive advantage suatu perusahaan. Hasil dari riset yang dilakukan Boston Consulting Group menyebutkan bahwa hubungan yang baik antara karyawan dengan perusahaan meningkatkan level kebahagiaan karyawan di lingkungan kerja dan paralel dengan meningkatnya produktivitas karyawan. Maka dari itu, hubungan kerja antara perusahaan dan karyawan inilah yang harus diperhatikan Anda sebagai pemilik perusahaan. Salah satu cara untuk menciptakan hubungan kerja yang baik adalah dengan menyepakati hubungan kerja secara tertulis melalui surat perjanjian kerja atau kontrak kerja.

Read more

Kegiatan Jual Beli Tanpa Perjanjian Tertulis, Apakah Tetap Sah Dilakukan?

Dalam kegiatan bisnis, jual dan beli barang/jasa menjadi salah satu aktivitas rutin yang terjadi setiap harinya. Misalnya, ketika Anda menjual makanan dan konsumen membelinya, berarti telah terjadi kesepakatan antara Anda dan konsumen untuk melakukan kegiatan jual beli. Atau ketika Anda menjual baju melalui online marketplace dan ada pembeli yang menghubungi Anda untuk membeli baju tersebut, ketika Anda dan pembeli telah sepakat dengan harga dan Anda berjanji akan mengirimkan baju tersebut, maka jual beli sudah terjadi meskipun belum ada barang yang diserahkan dan belum ada pembayaran yang dilakukan. Apakah jual beli tetap sah meskipun tidak ada surat perjanjian secara tertulis? Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur tentang syarat sah perjanjian tidak memberikan syarat bahwa perjanjian harus dibuat secara tertulis.

Read more